Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Candi Prambanan (pixabay/denisabri)

Jakarta, IDN Times - Kerajaan Majapahit tidak serampangan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat di eranya. Hal itu terlihat dari Kitab Kutara Manawa yang mengatur secara pidana dan perdata kehidupan masyarakat kala itu.

Sejatinya, Kutara Manawa adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku pada era tersebut. Melansir Jurnal Wacana Kinerja Volume 19 Edisi 1 yang dikeluarkan pada Juni 2016 lalu, sejarawan Indonesia, Prof. Slamet Muljana telah mengulas kitab Negarakretagama.

Hasil kerjanya mewujud dalam buku berjudul Tafsir Sejarah Nagarakretagama yang terbit perdana pada Juli 1979, berselang 85tahun sejak penemuan kembali pertama kali Nagarakretagama.

Karya Slamet Muljana tersebut bisa dibilang sudah menjadi literatur klasik di dalam kajian sejarah Indonesia. Dalam 4 windu terakhir, buku tersebut setidaknya sudah dicetak ulang setidaknya sebanyak lima kali.

Slamet Muljana rupanya menempatkan Nagarakretagama tak cuma sebagai produk budaya dan arsip dokumentasi dari era Majapahit, tapi sebagai salah satu hasil karya dari era Hindu- Buddha di Jawa.

Buku Tafsir karangan Slamet Muljana ini membahas jatuh bangunnya negeri-negeri kuno di Jawa sepanjang era Hindu Buddha, mulai dari Kahuripan di era Airlangga sampai dengan era Majapahit dengan cukup komplet dan sekaligus kritis. Disusun dengan jumlah sebanyak 11 bab, Slamet Muljana juga menggambarkan sistem perundang-undangan yang berlaku di era Majapahit.

1. Kutara Manawa adalah KUHP yang berlaku di era Majapahit

Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)

Pada bab VII dalam buku Tafsir Sejarah Negarakretagama menunjukkan bahwa Maharaja Majapahit beserta para nayaka prajanya tidaklah serampangan dalam mengatur rakyatnya, khususnya dalam hal menjalankan peradilan.

Untuk memutuskan segala sesuatu, mereka telah memiliki aturan hukum tertulis berupa kitab perundang-undangan bernama Kutara Manawa. Keberadaan kitab yang juga dikenal dengan dua sebutan lain yakni Sang Hyang Agama serta Agama ini dijelaskan tak cuma oleh kitab Nagarakretagama, tapi juga oleh Prasasti Bendasari dan Prasasti Trowulan.

Kutara Manawa pada dasarnya merupakan kitab undang-undang hukum pidana. Namun, berhubung Majapahit belum mengenal pemisahan baku antara hukum pidana serta perdata, para penyusun Kutara Manawa memasukkan juga ke dalam kitab tersebut turan-aturan yang kini digolongkan sebagai ranah hukum perdata, yakni jual-beli, pembagian warisan, utang-piutang, bahkan perkawinan dan perceraian.

2. Kutara Manawa menerapkan pidana maksimal hukuman mati

Editorial Team

Tonton lebih seru di