Oleh Dyah Ayu Pitaloka
YOGYAKARTA, Indonesia —Kegiatan bakti sosial milik Gereja Santo Paulus di Pringgolayan, Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul dibatalkan setelah sejumlah massa yang mengatasnamakan agama tertentu, tiba di lokasi.
Aktivis menyebut telah terjadi tindakan persekusi dan meminta aparat untuk mengusut pelakunya.
Ketua Panitia kegiatan Agustinus Kelikasih menjelaskan kronologis peristiwa yang berlangsung pada Minggu 28 Januari 2018. Kelik yang ditemui setelah pertemuan internal pada Selasa 30 Januari 2018 di Gereja Santo Paulus mengatakan acara bakti sosial itu menjadi puncak rangkaian acara syukuran peresmian status gereja yang beralih menjadi Paroki Mandiri, setelah 32 tahun berdiri dan melayani umat di sekitar Pringgolayan.
“Acara itu adalah acara terakhir syukuran. Tanggal 24 kita tirakatan Santo Paulus, ziarah makam tokoh, tanggal 26 acara paseduluran ngundang umat Muslim, tapi kemudian dibatalkan, tanggal 27 misa syukur mengundang Bapak Uskup, lalu penandatanganan prasasti dihadiri Kapolres dan juga Bupati Bantul. Acaranya juga diketahui aparat,” kata Kelik Selasa 30 Januari 2018.
Rangkaian acara rencananya ditutup dengan dua kegiatan, yaitu sepeda santai yang start dan finish-nya bertempat di halaman gereja Santo Paulus, dan bakti sosial (baksos) berupa paket sembako murah serta pengobatan gratis yang diadakan di rumah kepala dukuh Jaranan, Minggu 28 Januari.
Lokasi baksos itu berpindah dari lokasi semula, yaitu dikediaman kepala dukuh Pringgolayan. “Lokasinya dipindah karena Kepala Dukuh Pringgolayan khawatir setelah didatangi sejumlah pemuda masjid. Mereka menanyakan apakah baksos ada kaitannya dengan acara gereja. Pak Dukuh membenarkan. Kesepakatan lokasi baru, kami tetapkan pada Jumat petang dengan persetujuan Dukuh Jaranan,” kata Kelik.
Panitia menyiapkan 185 bungkus sembako, yang masing-masing berisi 1 kg gula, 1 kg beras, 1 liter minyak goreng dan 1 kotak teh celup yang dijual dengan harga Rp 25 ribu per paket. Disebar blanko untuk baksos yang tidak menyertakan stempel gereja di dalamnya. Gereja melibatkan umat Katolik serta warga sekitar tanpa membedakan agamanya dalam kegiatan sukuran tersebut, seperti kegiatan kesenian ketoprak, paduan suara, bersepeda serta bakti sosial.
Pada Minggu pagi 28 Januari, kegiatan bersepeda berlangsung lancar dan dimulai pada pagi hari. Namun ketika panitia sedang menyiapkan bakti sosial, sejumlah massa terlihat berkumpul tak jauh dari lokasi baksos. Aparat keamanan yang ada dilokasi, kemudian memberitahukan kehadiran kelompok tersebut dan memiliki maksut menolak kegiatan baksos, kepada panitia pelaksana.
Kemudian 15 menit berselang jumlah kehadiran massa semakin banyak, diperkirakan mencapai 50 orang.“ Setelah ada mediasi yang melibatkan kami, lurah dan mereka, acara tersebut kami batalkan dengan pertimbangan keamanan. Waktu itu sudah ada aparat kepolisian," kata Kelik.