Jakarta, IDN Times – Ruang tamu bagian dalam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang biasa disebut Gedung Merah Putih itu, jauh dari kesan “angker”. Selain digunakan sebagai ruang tamu, kawasan itu juga dimanfaatkan sebagai perpustakaan. Dinding dihiasi mural.
Naik tangga ke mezzanine, ada ruang berukuran sekitar 3 x 4 meter persegi. Ada dua sisi dinding difungsikan sebagai rak buku. Di tengah ada sofa dilapisi kain penutup warna merah cerah. Dari satu sisinya kita bisa melongok ke ruang tamu bawah sambil membaca buku di meja bar yang dilengkapi kursi-kursi bar.
Pencahayaan bagus, cukup terang. Dinding pinggiran tangga dihiasi puluhan tanaman hijau dalam pot kecil. Sejuk, di mata.
Saya dan tim video IDN Times, Aldi dan Fiqih Damarjati, memilih mezzanine sebagai lokasi wawancara eksklusif Suara Millennial by IDN Times dengan Laode M. Syarif, Wakil Ketua KPK.
Saat kami tiba di KPK, Kamis, 20 Juni 2019, dia tengah menemani penyidik KPK Novel Baswedan, yang diperiksa sebagai saksi korban oleh Tim Pencari Fakta (TPF) termasuk Polri, dalam kasus kejahatan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Hari itu, genap 800 hari kejahatan terhadap Novel.
Publik kecewa, kasusnya masih gelap.
“Kalau pelaku lapangan tidak ditangkap, kan orang jadi membuat hipotesa,” ujar Laode. Rumahnya pun kena sasaran kejahatan, dilempari bom Molotov. Untung tidak meledak. Sampai kini kasusnya pun masih gelap.
Laman KPK menyebutkan bahwa Laode lahir di Lemoambo, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada 16 Juni 1965.
Laode mulai berkarier di Makassar sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanudin (Unhas) sejak 1992. Laode menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Setelah itu ia melanjutkan pendidikan pada program Master of Laws (LLM) di Faculty of Law, Queensland University of Technology (QUT), Brisbane, Australia, dan melanjutkan PhD program di Sydney University, School of Law, dengan program kekhususan Hukum Lingkungan Internasional.
Selain menjadi dosen pada Fakultas Hukum Unhas, Laode juga aktif sebagai pembicara dan dosen tamu di Sydney University Law School, National University of Singapore Law School, Cebu University Law School, dan University of South Pacific, Vanuatu.
“Dari kecil, sampai disertasi, saya berkecimpung dengan isu kebakaran hutan,” ujarnya sambil senyum, menjawab pertanyaan mengapa dia memilih menekuni hukum lingkungan hidup. Ini bidang hukum yang belum banyak ditekuni saat Laode memilih mendalaminya.
Saya pernah mewawancarai Laode secara khusus untuk Rappler.com. Dia menceritakan apa yang membuatnya miris terkait kebakaran hutan.
“Luas total daratan Singapura adalah 71.610 hektare. Jika kita bandingkan dengan luas hutan yang dibakar para pengusaha, luas Singapura jauh lebih kecil,” kata bapak tiga anak ini. Anak-anaknya masih menempuh pendidikan sekolah dasar.
Tesis dan disertasi Laode membahas soal ini. “Pembakaran terparah terjadi pada 1997-1998 karena menghilangkan 11,7 juta hektare hutan Sumatera dan Kalimantan, yang luasnya ribuan kali daratan Singapura,” ujarnya.
Kepengurusan pimpinan KPK saat ini akan berakhir pada Desember 2019. Laode sudah menyatakan tak ingin ikut seleksi untuk masa jabatan berikutnya. “Capek juga jadi pimpinan KPK,” ujarnya terbahak.
Berikut wawancara kami. Saksikan video Suara Millennial dengan Laode.