LBH Jakarta: Vaksin COVID-19 Berbayar, Bentuk Komersialisasi

Jakarta, IDN Times - LBH Jakarta mendesak pemerintah agar memberikan vaksin COVID-19 bagi publik yang aman, efektif dan terutama gratis. Hal ini untuk mengakhiri pandemik COVID-19 di Indonesia yang terus memakan korban.
Dalam keterangan tertulis yang diterima pada Selasa (15/12/2020), kegagalan dalam mengelola persoalan terkait distribusi vaksin corona akan berdampak jumlah orang yang terinfeksi semakin menjulang tinggi. Saat ini saja Indonesia menjadi negara yang paling banyak memiliki kasus COVID-19 di kawasan Asia Tenggara, di mana 617.820 orang telah terpapar COVID-19, 505.836 sembuh dan 18.819 pasien meninggal.
Pengacara publik dari LBH Jakarta, Nelson Simamora mengatakan berdasarkan UU nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular pasal 5 huruf c, vaksinasi merupakan tindakan pengebalan masyarakat dari wabah penyakit. Pemerintah sudah mendatangkan 1,2 juta dosis vaksin CoronaVac buatan Sinovac dari Tiongkok pada 6 Desember 2020 lalu. Namun, hingga kini hasil uji klinis terhadap vaksin tersebut belum dirilis.
"Akibatnya muncul keraguan karena hasil uji klinis awal vaksin Sinovac baru akan keluar pada Januari 2021. Lalu, uji klinisnya baru tuntas pada Mei 2021. Pemerintah sudah memboyong vaksin padahal belum lulus uji klinis," kata Nelson dalam keterangan tertulis itu.
Hal tersebut, ujarnya lagi, tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. Lalu, apa yang menjadi dasar hukum bahwa vaksin COVID-19 di Indonesia harus diberikan gratis kepada publik?
1. UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan memandatkan pemerintah mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya
Nelson mengatakan bila vaksin tidak digratiskan maka yang terjadi sudah mengarah ke komersialisasi vaksin. Sebelumnya, pemerintah menyebut jumlah warga yang harus membiayai sendiri vaksinasinya mencapai 75 juta. Sedangkan, 32,1 juta diberi subsidi dengan memperoleh vaksin gratis.
Namun, belakangan, pemerintah menyebut porsi pemberian vaksin subsidi akan ditambah. Dalam catatan Nelson adanya vaksin berbayar justru disambut positif oleh rumah sakit.
"Mereka sudah membuka pendaftaran untuk vaksinasi," kata Nelson.
Padahal, tidak sulit untuk menjadikan vaksin sebagai barang publik dan gratis. "Selama ini pemerintah juga sudah menghabiskan sejumlah anggaran untuk subsidi gaji pekerja atau buruh dan UMKM serta bantuan sosial," tutur dia lagi.
Menteri keuangan Sri Mulyani menyebut menyediakan anggaran pembelian vaksin mencapai Rp18 triliun. Sedangkan, Rp3,7 triliun dialokasikan untuk persiapan proses vaksinasi.
Pemberian vaksin secara gratis sesuai dengan UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 14, 15 dan 16. Di dalam pasal 16 tertulis "pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya."
Vaksinasi gratis juga sesuai dengan komentar umum PBB nomor 25 tahun 2020 tentang hak ekonomi, sosial dan budaya serta pernyataan Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya PBB tentang "akses yang adil dan menyeluruh terhadap vaksin COVID-19."
2. Vaksin yang diberi ke warga harus aman dan efektif mencegah COVID-19
Hal lain yang disoroti oleh LBH Jakarta adalah ketika pemerintah membeli vaksin maka wajib dipastikan aman dan efektif. Nelson mengatakan setiap vaksin memiliki efek yang berbeda pada setiap orang, mulai dari yang paling ringan sakit kepala, nyeri otot, mual, kelelahan hingga demam. Penerima vaksin pun juga berasal dari berbagai usia.
"Sehingga vaksin harus benar-benar aman tanpa membahayakan kesehatan penerima vaksin," tutur dia.
Poin lainnya, Nelson melanjutkan, vaksin COVID-19 yang dibeli pemerintah harus efektif mencegah virus. Selama ini, aktivitas warga sudah terhambat karena selama ini khawatir akan tertular COVID-19. "Sedangkan, di sisi lain vaksin Sinovac belum terbukti efektivitasnya berdasarkan hasil uji klinis, tetapi sudah dikirim ke Indonesia," katanya.
LBH Jakarta pun mendesak agar pengadaan vaksin COVID-19 tidak dikorupsi.
3. Warga semakin enggan divaksinasi bila diminta membayar vaksin COVID-19
Epidemiolog dari Griffith University, Brisbane, Australia, Dicky Budiman mengatakan bila warga diminta untuk membayar vaksin maka mereka semakin enggan untuk divakinasi. Situasi itu justru memperburuk kondisi di mana sebagian dari warga masih banyak yang tak mempercayai keberadaan COVID-19.
"Jangankan mereka diminta untuk membayar, kalau pun diberi gratis belum tentu warga ingin divaksinasi. Mereka gak akan mau, karena kan memang tidak percaya COVID-19," ungkap Dicky kepada IDN Times melalui telepon pada 12 Desember 2020 lalu.
Ia juga mengingatkan meski diberikan gratis sekalipun tantangan yang dihadapi oleh pemerintah untuk menyosialisasikan vaksinasi juga besar. "Prinsip dalam menghadapi wabah itu vaksin digratiskan dan sifatnya sukarela. Dua hal itu tidak boleh diabaikan dalam situasi bencana nasional seperti saat ini," ujarnya lagi.
4. Tidak mustahil Indonesia menggratiskan vaksin bagi semua warganya
Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, Indonesia sebenarnya mampu memberikan vaksin secara gratis kepada semua warganya. Dananya berasal dari sisa serapan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) senilai Rp695,2 triliun.
"Menurut saya anggaran PEN 2020 banyak yang gak terserap, masih bisa dialokasikan ke situ (untuk vaksin). Kedua, kalau diberikan yang berbayar dan sebagainya akan timbul kecemburan sosial yang besar. Kemudian akses masyarakat kan tidak sama," ungkap Tauhid kepada IDN Times pada Senin, 14 Desember 2020.
Hingga 2 Desember 2020, realisasi anggaran PEN 2020 mencapai Rp440 triliun. Realisasi itu setara 63,3 persen dari pagu anggaran sebesar Rp695,2 triliun.
Pengujung 2020 yang hanya tinggal beberapa minggu lagi, membuat Tauhid optimistis serapan PEN tidak akan mencapai 100 persen. Oleh karena itu, sisa dana tersebut bisa dioptimalkan untuk program vaksinasi.
"Mampu (secara keuangan). Kan ada anggaran PEN yang belum dialokasikan. Itu sekitar Rp140 triliun gak terserap di 2020. Nanti bisa ditambahkan (di 2021)," kata dia lagi.