Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC), adalah korban palsu tindak kekerasan seksual. Sebab, ia terbukti tidak menjadi korban tindak kekerasan seksual dalam peristiwa yang terjadi di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.
Bareskrim Polri pada 12 Agustus 2022 lalu akhirnya menyetop pengusutan dugaan kekerasan seksual yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo. Menurut penyidik, tidak terbukti terjadi tindak pidana kekerasan seksual di sana.
"Itu kan menunjukkan bahwa PC adalah korban palsu dari tindak kekerasan seksual. Namun, sejak awal sebenarnya kami sudah mencurigai ada hal yang ganjil, janggal dan tidak lazim dari laporan yang disampaikan oleh Ibu PC," ujar Edwin kepada media di Jakarta pada Senin malam, 26 September 2022 lalu.
Salah satu kejanggalan yang diendus oleh LPSK, kata Edwin, yakni biasanya tindak kekerasan seksual terjadi karena ada relasi kuasa. Pelaku lebih dominan dibandingkan korban.
"Sementara, pada peristiwa ini, terduga pelaku adalah ADC (ajudan) dan bawahan dari suami Ibu PC yang memiliki pangkat jenderal di kepolisian. Posisi relasi kuasanya lebih dimiliki oleh Ibu PC dibandingkan terduga pelaku," tutur dia.
Di sisi lain, dalam peristiwa kekerasan seksual, umumnya pelaku akan memastikan tidak ada saksi yang mengetahui hal tersebut. "Perbuatan itu juga bakal dilakukan dalam penguasaan pelaku. Sementara, tempat yang diduga terjadi kekerasan seksual adalah milik korban. Kemudian, di lokasi itu baik yang di Duren Tiga atau Magelang masih ada orang lain (yang jadi saksi)," katanya menganalisa.
Maka, Edwin menyebut, hal yang luar biasa bila tindak kekerasan seksual itu masih terjadi di Magelang meski di rumah terdapat saksi-saksi.
Lalu, apa lagi dugaan kejanggalan yang dilihat oleh LPSK dari laporan tindak dugaan kekerasan seksual yang dialami oleh Putri Candrawathi?