Jakarta, IDN Times - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan walau penyidik Novel Baswedan dilaporkan ke polisi, namun ia tidak bisa dituntut secara pidana atau perdata. Hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban nomor 31 tahun 2014 pasal 10. Dikatakan di sana saksi, korban, saksi pelaku atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana atau perdata atas kesaksian yang sudah, akan atau sedang diberikannya.
"Kecuali kesaksian atau laporan tersebut disampaikan tidak dengan itikad baik," demikian isi UU tersebut di pasal 10 ayat 1.
Sedangkan di ayat 2 tertulis: "dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap saksi, korban, saksi pelaku atau pelapor atas kesaksian yang sedang, akan atau telah diberikan maka tuntutan hukum itu wajib ditunda hingga kasus yang ia berikan kesaksiannya memperoleh kekuatan hukum tetap." Singkat cerita, apabila polisi di Polda Metro Jaya ingin memproses lebih lanjut laporan Dewi Tanjung, maka mereka harus bisa mengungkap lebih dulu teror air keras yang dialami Novel.
Artinya lagi, polisi berhasil menangkap pelaku lapangan yang menyiram air keras dan diseret ke pengadilan. Selama, proses tersebut tidak terjadi, maka laporan Dewi tak akan ditindak lanjuti.
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu mengatakan penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu jelas merupakan korban.
"Itu merupakan salah satu temuan dari TGPF Polri. Hal ini harus menjadi perhatian bagi semua pihak, baik yang melaporkan Novel maupun penegak hukum yang menangani kasus tersebut," ujar Edwin melalui keterangan pers tertulis pada Minggu (10/11) kemarin.
Novel dilaporkan oleh politikus PDI Perjuangan, Dewi Tanjung pada (6/11). Ia menuding Novel telah merekayasa teror air keras yang nyaris merenggut dua indera penglihatannya. Lalu, apakah Polri akan menindak lanjuti laporan Dewi? Apa respons Novel ketika tahu LPSK menawarkan untuk memberi perlindungan kepadanya?