Ilustrasi Mahkamah Agung (MA). (IDN Times/Hana Adi Perdana)
Sebelumnya, MA menolak judicial review AD/ART Partai Demokrat yang diajukan empat eks kader Demokrat. Keempat orang itu adalah eks Ketua DPC Demokrat Ngawi Muhammad Isnaini Widodo, eks Ketua DPC Demokrat Bantul Nur Rakhmat Juli Purwanto, eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Tegal, Ayu Palaretins, dan eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Samosir Binsar Trisakti Sinaga.
Keempat eks kader Demokrat itu diketahui memberikan kuasa kepada Yusril Ihza Mahendra. Adapun, perkara itu bernomor 39 P/HUM/2021 dengan pemohon Muh. Isnaini Widodo dan terdakwa/termohonnya Menteri Hukum dan HAM.
"Menyatakan permohonan keberatan HUM dari para pemohon tidak dapat diterima," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, menerangkan bunyi amar putusan gugatan tersebut seperti dikutip IDN Times, Selasa (9/11/2021).
Objek sengketa perkara tersebut adalah AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 yang telah disahkan berdasarkan Keputusan Nomor M.H-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan AD ART, pada 18 Mei 2020.
Majelis hakim yang memutuskan perkara ini adalah Supandi selaku ketua majelis hakim, dengan anggota Is Sudaryono dan Supandi. Ketua majelis hakim mengetuk palu atas vonis tersebut pada Selasa (9/11/2021).
"MA tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus objek permohonan, karena AD/ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 UU PPP," ucap Andi Samsan Nganro menerangkan alasan majelis hakim.
Selain karena tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus objek permohonan, majelis hakim memiliki alasan lain untuk menolak JR AD/ART Demokrat. Alasan itu adalah:
1. AD/ART parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal parpol yang bersangkutan;
2. Parpol bukanlah lembaga negara, badan atau lembaga yang dibentuk oleh UU atau pemerintah atas perintah UU;
3. Tidak ada delegasi dari UU yang memerintahkan parpol untuk membentuk peraturan perundang-undangan.