Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD ketika memberikan pidato di Hari Pers Nasional (HPN) 2022. (Tangkapan layar YouTube Dewan Pers)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengimbau kepada publik agar jangan menuding fenomena penggunaan buzzer atau pendengung kepada pemerintah saja. Sebab, kelompok yang kerap mengkritik atau mengambil sikap berseberangan dengan pemerintah pun, juga bisa mempekerjakan buzzer

Istilah buzzer ini mulai sering terdengar sejak Pilkada DKI Jakarta 2012. Buzzer bisa dimaknai seseorang yang menyuarakan suatu pendapat secara langsung, menggunakan identitas pribadi atau disamarkan, untuk menyampaikan suatu kepentingan di media sosial.

Buzzer bekerja di media sosial untuk mendukung suara, opini, atau isu lain untuk perorangan atau kelompok, untuk memengaruhi pengguna media sosial.

Mahfud menyebut fenomena ini kerap diasosiasikan sebagai ulah pemerintah. "Kalau kita melihat buzzer, itu kok selalu orang yang dianggap membela atau ada di pihak pemerintah?" kata Mahfud ketika berpidato dalam acara Hari Pers Nasional (HPN) 2022 seperti dikutip dari YouTube Dewan Pers, Rabu (9/2/2022).

"Misalnya kita selalu menyebut si A, B dan C dianggap membela pemerintah. Padahal, di seberang sana, si D, dan E juga konsisten menyerang kebijakan pemerintah. Nah, ini tidak disebut fenomena buzzer," sambung mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Padahal, kata Mahfud, siapa pun bisa bekerja menjadi buzzer. Bahkan, tidak sedikit yang dibayar. "Fenomena ini ada di kita semua, bersama," ungkap dia. 

Lalu, bagaimana cara Mahfud menjalin kerja sama dengan insan pers untuk mengkomunikasikan kebijakan pemerintah?

1. Bila masih ingin dipercaya publik, pers harus tetap menjaga kualitasnya

Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan Mahfud MD ketika memberikan keterangan pers (Tangkapan layar YouTube Kemenko Polhukam)

Mahfud mengatakan tugas penting dari insan pers salah satunya menjaga kepercayaan publik. Salah satu caranya para pekerja pers selalu disiplin dan profesional ketika bekerja. Pers, kata dia, tidak seharusnya menerapkan praktik yang menggampangkan proses dan menurunkan kualitas.

"Misalnya mulai dari menulis tanpa konfirmasi, menulis secara sepihak, (menulis) tidak cover both side, memberi pemaknaan keliru pada sebuah peristiwa, memilih narasumber yang tidak kredibel hingga praktik click bait. Caranya, membuat judul-judul berita yang menggoda namun melecengkan maknanya," ungkap dia. 

Mahfud pun memberi contoh pernah menjadi korban dari jurnalis yang sembrono mengutip pernyataannya. Di media tersebut, kata dia, menormalisasi korupsi selama tingkat kemiskinan menurun.

"Padahal, memberantas korupsi satu isu, kemudian tingkat kemiskinan berkurang dari tahun ke tahun, adalah isu lainnya. Kemiskinan terus berkurang karena kita merdeka," ujar dia. 

Mahfud merasa dirugikan meski media arus utama itu sudah menulis pernyataannya dengan benar, namun ketika itu ditulis ulang oleh media lain dan dibaca publik, maka pemaknaan pernyataannya justru melenceng. Alhasil, ia kerap dikritik publik. 

"Bahkan, beberapa intelektual bilang kalau saya ngawur dengan bilang gak apa-apa banyak korupsi asal kemiskinan berkurang. Nah, yang model-model hoaks seperti ini banyak," tutur dia. 

2. Pemerintah imbau insan pers tidak memberitakan hal-hal sensasi

Editorial Team

Tonton lebih seru di