Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan (Menpolhukam) Mahfud MD ketika memberikan kuliah umum di Universitas Semarang (USM) pada Rabu, 20 Oktober 2021 (Dokumentasi Kemenkopolhukam)

Jakarta, IDN Times - Menteri koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD berharap, perguruan tinggi menjadi garda terdepan untuk mewujudkan agenda-agenda peningkatan wawasan kebangsaan. Sayangnya, realita justru menunjukkan perguruan tinggi malah menjadi terdakwa utama di dalam kemelut korupsi. Berdasarkan data yang ia miliki, 86 persen koruptor adalah lulusan perguruan tinggi. 

"Jika dilihat dari pelaku-pelaku korupsi dan kolusi, perguruan tinggi malah menjadi terdakwa utama di dalam kemelut yang menimpa bangsa ini. Terutama kemelut korupsi di Indonesia," ungkap Mahfud ketika berbicara dalam kuliah umum di Universitas Semarang (USM) dan dikutip dalam keterangan tertulis, Kamis (21/10/2021). 

Ia menambahkan, semakin rendah tingkat pendidikannya, maka tingkat rasuah yang dilakukan juga makin kecil.

"Orang lulusan SD gitu, apa sih yang mau dikorupsi? Paling biaya belanja apa gitu dinaikin menjadi berapa. Tapi, yang lulusan perguruan tinggi, nominalnya sudah berdigit-digit," kata dia lagi. 

Di sisi lain, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga tak menampik bahwa perguruan tinggi memiliki peran besar dalam membawa perubahan dan kemajuan bagi negara. "Justru, berkat lulusan perguruan tinggi, makin banyak inovasi-inovasi yang bermunculan," kata dia lagi. 

Hal serupa juga pernah disampaikan oleh Kasatgas Kerja Sama Perguruan Tinggi dan Rekam Sidang KPK, Budi Santoso, pada Desember 2020. Bahkan, ia menyebut orang dengan tingkat intelektualitas tinggi memiliki kecenderungan bersikap koruptif.

Hal itu lantaran mayoritas orang dengan tingkat intelektualitas tinggi memiliki jabatan, otoritas, dan kewenangan. Poin-poin tersebut kerap kali disalahgunakan. 

Lalu, bagaimana cara untuk mencegah agar tidak ada lagi lulusan perguruan tinggi yang malah berakhir menjadi koruptor? Sebab, sejak di bangku kuliah juga sudah diajarkan nilai-nilai kejujuran. Apakah itu masih kurang?

1. Mahfud cerita di zaman Orde Baru, nominal korupsi terbesar Rp1,3 triliun oleh Eddy Tansil

Eddy Tansil (Dok. ANTARA News)

Di dalam kuliah umum itu, Mahfud kembali menyampaikan nominal korupsi yang terjadi saat ini jauh lebih besar dibandingkan yang terjadi di era Orde Baru. Saat dipimpin Soeharto, nominal korupsi terbesar yakni Rp1,3 triliun yang dilakukan oleh buronan Eddy Tansil. 

"Sekarang, orang yang korupsi sampai Rp6 triliun, Rp7 triliun, Rp20 triliun, Rp30 triliun itu banyak sekali. Tapi, yang digugat perguruan tinggi," kata dia lagi. 

Mahfud juga menyampaikan fakta miris bahwa untuk bisa korupsi di era sekarang, orang membeli ijazah perguruan tinggi dulu tanpa pernah menuntut ilmu di sana. "Kan gak gagah, kalau mau korupsi tapi gak pakai gelar sarjana. Mau ke mana-mana gak diterima," tutur dia. 

Meski begitu, Mahfud tak menampik perguruan tinggi juga melahirkan individu yang menggerakan bangsa ini. Saat ini, kehadiran perguruan tinggi yang beragam juga mampu menghasilkan individu yang bisa bekerja di berbagai sektor. 

"Bayangkan, dulu tahun 1980-an, orang mau jadi polisi, jenderal, itu susah. Tetapi, sekarang sudah banyak. Rakyat biasa sudah bisa masuk kedokteran, masuk AKABRI, Akpol, sehingga seluruh keperluan profesi di negara ini bisa disediakan," ujarnya lagi ketika berbicara di depan Kapolda Jawa Tengah Irjen (Pol) Ahmad Luthfi. 

Maka, Mahfud mendorong agar perguruan tinggi mengedepankan manfaat positifnya sehingga bisa berkontribusi bagi masyarakat. 

2. Mahfud ingatkan Pancasila berfungsi sebagai dasar negara

Editorial Team

Tonton lebih seru di