Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengakui sulit untuk menjerat pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu. Sebanyak 35 terdakwa dari empat peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu justru divonis bebas oleh hakim. Salah satu penyebabnya, kata Mahfud, karena sulit membuktikan terdakwa melakukan pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Itu terjadi setelah melalui lebih dari dua dekade upaya penyelesaian melalui jalur hukum. Sesuai ketentuan, pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000 harus ditempuh lewat pengadilan HAM ad hoc. Sedangkan, yang terjadi paska tahun 2000 harus melalui pengadilan HAM biasa," ungkap Mahfud ketika memberikan keterangan pers di Kabupaten Pidie, Aceh pada Selasa (27/6/2023).
Penyebab lainnya, kata Mahfud, karena perbedaan hukum acara yang dipakai di Kejaksaan Agung dan pengadilan HAM. Alhasil, terdakwa yang diajukan malah divonis bebas.
Pemerintah kemudian pernah menempuh jalur non yudisial lainnya yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) pada 2004. Tetapi, pada 2006 lalu UU nomor 27 tahun 2004 yang dijadikan dasar hukum untuk membentuk KKR malah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Upaya kami membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi juga kandas karena UU nomor 27 tahun 2004 yang dibuat pemerintah bersama DPR dibatalkan oleh MK. Ketika membuat UU KKR yang baru, pemerintah menghadapi banyak hambatan yang rumit," tutur dia.
Padahal, tugas dari KKR yakni mengungkapkan kebenaran atas pelanggaran HAM yang berat dan melakukan rekonsiliasi. KKR yang merupakan lembaga independen diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan terkait sejumlah peristiwa yang diklasifikasikan pelanggaran HAM berat di masa lalu.