Ibu Mega sejak awal sudah mengatakan, Pak Mahfud tugas Pak Mahfud satu penegakan hukum, pemberantasan korupsi, lalu pelanggaran HAM diselesaikan semua. Bahkan Ibu Mega spesifik mengeluhkan penegak hukum sudah rusak semua.
Ada dua yang menarik. Pertama saya minta akses. Ibu kalau Ibu menugaskan saya, saya minta akses dong yang besar, polhukam itu biar bisa saya koordinasikan kalau saya jadi cawapres. Karena saya tahu di sana tempat untuk otak-atiknya untuk memperbaiki. Itu bagus kata Ibu Mega. Kan Ibu Mega nggak pernah mengingkari apa yang dikatakan.
Kedua, saya bicara dengan Mas Ganjar. Mas Ganjar, saya sudah bicara dengan Ibu kalau nanti saya terpilih, saya minta diberi akses lebih luas di bidang polhukam. Itu nanti wapres ditugasi karena sekarang ini kesannya wapres hanya menjadi cadangan, protokoler, ban serep.
Padahal dulu zaman Bung Hatta jalan. Pak Jusuf Kalla juga jalan. Pak Harto juga pun wapresnya masih dikasih tugas di bidang pengawasan dan pembangunan. Saya minta begitu. Pak Ganjar senang. Malah kalau ada yang mengerjakan begitu Pak Ganjar senang. Bagus. Itu sudah jaminan.
Bagi saya, pencalonan ini tidak main-main. Saya nggak pernah minta disurvei apalagi bayar survei, nggak pernah main baliho. Paling datang ke forum diskusi-diskusi kalau diundang.
Sehingga ketika muncul wacana partai sedang mencari cawapres, saya nggak pernah mendekat ke siapapun. Karena saya tahu informasinya bahkan ada teman yang datang ke saya dan menyampaikan, 'Pak itu Bapak masuk di PDIP sebagai anu, tapi itu biayanya untuk saksi saja Rp1,6 triliun'.
Saya bilang, 'Rp1,6 triliun kalau satu miliar enam ratus mungkin saya bisa cari, tapi kalau Rp1,6 triliun dari mana. Karena itu, saya nggak pernah mendekat dan tidak pernah minta masukan nama saya.
Ketika dipanggil sama Ibu Mega, yang dikatakan, Pak Mahfud nggak usah cari uang, kaget saya. Katanya kalau ke PDIP harus bayar triliunan atau ratusan miliar. Kok ke saya, Pak Mahfud nggak usah cari uang biar diurus, sudah ada tim kampanye yang tugasnya secara legal.
Pak Mahfud nggak usah berurusan dengan soal-soal uang, dan itu dikatakan oleh ketua partai lain, Pak Oso, Pak Mardiono, dan Pak Haritanu.