Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Lukas Enembe di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (11/1/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan penegakan hukum terhadap Gubernur Papua, Lukas Enembe sudah terlalu lama tertunda. Sebab, selama ini Lukas menyatakan dirinya sakit oleh dokter yang dipilihnya sendiri.

Sementara, dalam hukum, orang sakit tak boleh dipaksa untuk diperiksa apalagi ditahan. Namun, langkah itu perlu dukungan surat rujukan dari dokter.

Tetapi, klaim sakit itu sempat membuatnya ragu karena Lukas malah melakukan berbagai aktivitas seperti orang yang tak sakit. Salah satunya, ia meresmikan gedung kantor Gubernur Papua.

"Dia meresmikan gedung dan berbagai kegiatan lain. Sehingga, sesudah berkonsultasi dan membicarakan dengan saya, Ketua KPK pada 5 Januari 2023 lalu, diputuskan bahwa Lukas Enembe ditangkap," ungkap Mahfud seperti dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam dan dikutip pada Kamis, (12/1/2023). 

Meski begitu, Mahfud menggaris bawahi proses penangkapan gubernur dari kader Partai Demokrat itu tetap memperhatikan sepenuhnya terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Maka, seandainya ia benar-benar dinyatakan sakit oleh dokter, maka komisi antirasuah bertanggung jawab untuk menempatkannya di rumah sakit atau mengantarkannya ke fasilitas kesehatan. 

"Bahkan, kalau pun harus ke luar negeri karena misalnya keahlian (untuk menangani penyakit) itu ada di Singapura, pemerintah juga bisa mengantar dan mengawal ke sana. Tidak boleh berangkat sendiri!" kata dia tegas. 

Lalu, apa kasus yang membelit Lukas hingga ia harus dijemput paksa dari Papua?

1. Lukas Enembe diduga terima suap Rp1 miliar dan gratifikasi Rp10 miliar

Gubernur Papua Lukas Enembe memasuki ruangan untuk menjalani pemeriksaan kesehatan di Paviliun Kartika, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (10/1/2023). (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Sementara, dalam jumpa persnya pada Rabu malam, (11/1/2023), Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan Lukas resmi ditahan selama 20 hari pertama hingga 30 Januari 2023. Semula, ia ditahan di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan.

Namun, karena kondisi kesehatannya, penahanan Lukas dibantarkan. Kini, ia dirawat di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat. 

Lukas diproses hukum atas kasus dugaan suap dan gratifikasi. Dia diduga menerima suap Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka. Rijatono pun sudah ditahan KPK.

KPK menyebut Lukas ikut terlibat hingga berperan aktif dalam beberapa kegiatan pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUTR Pemprov Papua dengan memenangkan perusahaan tertentu, satu di antaranya milik tersangka Rijatono yaitu PT TBP untuk mengerjakan proyek multi years.

"Agar dimenangkan, tersangka RL (Rijatono Lakka) diduga melakukan komunikasi, pertemuan hingga memberikan sejumlah uang sebelum proses pelelangan berlangsung," ujar Firli di RSPAD, Jakarta Pusat semalam. 

KPK mengungkapkan kesepakatan yang disanggupi Rijatono untuk diberikan kepada Lukas dan sejumlah pejabat di Papua di antaranya pembagian fee 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

"Sebelum maupun setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, tersangka LE (Lukas Enembe) diduga menerima uang dari tersangka RL sebesar Rp1 miliar," kata dia.

KPK menduga Lukas juga menerima gratifikasi senilai Rp10 miliar. Namun, komisi antirasuah belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.

"Saat ini kami terus lakukan pendalaman terkait informasi dan data termasuk aliran uang yang diduga diterima LE dan juga dugaan perubahan bentuk ke dalam beberapa aset yang bernilai ekonomis," tutur dia lagi. 

2. Papua sementara waktu akan dipimpin penjabat gubernur

Editorial Team

Tonton lebih seru di