Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD ikut angkat bicara mengenai teror dan ancaman yang diterima oleh dosen Universitas Islam Indonesia dan beberapa mahasiswa UGM. Mereka terlibat dalam diskusi virtual dengan topik "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" . Semula, diskusi virtual itu akan diisi oleh guru besar UII, Prof. Dr. Nimatul Huda dan dimoderatori mahasiswa UGM, M. Anugerah Perdana serta digelar pada (29/5) pukul 14:00 WIB. Namun, kegiatan diskusi virtual tersebut terpaksa dibatalkan, salah satunya lantaran bincang ilmiah itu dituding mengandung unsur makar dan ingin menjatuhkan Presiden Joko "Jokowi" Widodo.
Selain itu, narasumber, moderator dan mahasiswa yang menjadi panitia dari diskusi tersebut mengalami ancaman serta teror. Bahkan, salah satu orang tua mahasiswa panitia dikirimi pesan pendek dan diancam akan dibunuh.
"Hallo, Pak! Bilangin tuh ke anaknya ***** kena pasal atas tindakan makar. Kalo ngomong yang bener dikit lahhh.. Bisa didik anaknya gak, Pak? Saya dari ormas Muhammadiyah Klaten. Jangan main-main, Pak. Bilangin ke anaknya. Suruh datang ke Polres Sleman. Kalo gak apa mau dijemput aja? Atau gimana? Saya akan bunuh keluarga bapak semuanya kalo gak bisa bilangin anaknya," demikian bunyi salah satu pesan pendek yang masuk ke ponsel salah satu orang tua mahasiswa.
Tetapi, dalam pandangan Mahfud, tidak ada yang keliru dalam diskusi virtual tersebut.
"Webinarnya sendiri menurut saya tidak perlu dilarang," ujar Mahfud ketika melakukan diskusi virtual dengan para rektor perguruan tinggi keagamaan islam negeri, Sabtu (30/5).
Lalu, apa saran Mahfud agar teror dan ancaman tidak kembali berulang?