Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD pada Kamis, (29/12/2022) menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang Berat Masa Lalu. Mereka menyampaikan tiga hal usai bertugas selama tiga bulan. Tim tersebut dibentuk berdasarkan Keppres nomor 17 tahun 2022.
"Mereka menyampaikan, satu, pengungkapan dan analisis mengenai faktor-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya pelanggaran HAM berat di masa lalu. Kedua, rekomendasi pemulihan bagi korban atau keluarga yang selama ini telah terabaikan. Ketiga, rekomendasi tentang langkah pencegahan agar pelanggaran HAM yang berat tidak terulang lagi di masa depan," ungkap Mahfud ketika memberikan keterangan pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat pada siang tadi.
Dalam keterangannya, Mahfud juga menyebut Komnas HAM lah yang memiliki kewenangan untuk menentukan apakah tindak kejahatan tertentu dapat dikategorikan pelanggaran HAM atau pelanggaran HAM berat. Tim PPHAM, kata Mahfud, hanya menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah diputuskan oleh Komnas HAM di masa lalu.
"Laporan dan rekomendasi yang diberikan oleh tim pelaksana PPHAM sebenarnya terdiri dari 14 kasus. Namun, kami hitung 13 kasus karena kasus di Wasior dan Wamena dipisah karena waktunya berbeda," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
Sementara, di masa mendatang, kata Mahfud, bila terjadi tindak kejahatan yang diklasifikasikan sebagai pelanggaran HAM tidak akan diteliti oleh tim khusus yang bersifat sementara. "Sebab, sudah ada instrumen hukum dan segala kelembagaannya yaitu pengadilan HAM yang bernaung di bawah Mahkamah Agung," tutur dia lagi.
Sejak awal tim itu terbentuk sudah menuai pro dan kontra. Sebagian korban dari kasus pelanggaran HAM berat khawatir kasus-kasus tersebut dapat dianggap selesai lantaran dituntaskan melalui jalur non hukum. Benar kah bila sudah dicapai rekonsiliasi maka kasus hukumnya juga tidak akan dibawa ke pengadilan HAM?