Tidak bisa dipungkiri kasus penyiksaan yang menimpa Suyantik menjadi sorotan luas baik di Malaysia dan Indonesia. Bahkan, pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) ternama di Negeri Jiran, Eric Paulsen, sampai ikut berkomentar.
Menurut Paulsen, vonis rendah terhadap Rozita di tingkat pengadilan awal justru dapat mencerminkan citra buruk sistem peradilan Malaysia ke dunia internasional. Apalagi berdasarkan keterangan Suyantik dan 10 saksi lainnya tidak ada yang membantah kalau Rozita telah melakukan tindak penyiksaan.
"Untuk sebuah tindak kejahatan serius seperti ini tapi tidak dijatuhi hukuman, justru menimbulkan kemarahan dan ketidakadilan. Apalagi dalam konteks, beberapa kasus yang sama sebelumnya juga pernah terjadi di Malaysia," kata Paulsen seperti dikutip Free Malaysia Today.
Apalagi video mengenai kondisi Suyantik yang babak belur dan gak sadarkan diri di selokan di dekat rumah majikan, sempat viral tahun 2016 lalu.
Tetapi, anehnya pengacara Rozita, Mohammed Haniff Khatri Abdullah, justru sempat meminta agar hakim tidak terbawa pada tekanan warga net agar menghukum kliennya.
"Menurut pengacara, permasalahan ini tidak dapat disamakan dengan kasus-kasus yang lain, sehingga terdakwa tidak perlu dipenjara, karena itu bukan bentuk keadilan. Putusan hukuman dari Mahkamah Seksyen dianggap sudah cukup dan kalau terdakwa melanggar konsekuensi untuk tidak berbuat baik dalam tempo tertentu, maka ia akan menerima hukuman penjara," tulis Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Sabtu, 31 Maret.
Wahyu mengaku dikirimi laporan jalannya persidangan dari sesama rekan Migrant Care di Malaysia. Haniff turut menjelaskan kliennya tidak dapat mengikuti hukuman penjara lantaran baru menjalani tindak operasi. Untungnya permintaan itu ditolak oleh hakim.