(Ilustrasi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) IDN Times/Santi Dewi
Boyamin menjelaskan, berdasar bukti foto memori Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Joko Tjandra, tertulis pemberian kuasa kepada penasihat hukum tertanggal 5 Juni 2020. Hal ini bertentangan dengan keterangan Anita Kolopaking, yang menyatakan Joko Tjandra tanggal 6 Juni 2020 baru masuk Pontianak untuk berangkat ke Jakarta.
"Artinya, pada tanggal 5 Juni 2020 Joko Tjandra belum masuk Jakarta, sehingga jika dalam memori PK surat kuasanya tertulis ditandatangani tanggal 5 Juni 2020, maka memori pengajuan PK adalah cacat dan menjadikan tidak sah," ucapnya.
Selain itu, Dirjen Imigrasi menyatakan, Joko Tjandra secara de jure (secara hukum) tidak pernah masuk Indonesia. Hal ini karena Joko tidak tercatat dalam perlintasan pos Imigrasi Indonesia.
"Sehingga Joko Tjandra secara hukum haruslah dinyatakan tidak pernah masuk ke Indonesia untuk mengajukan PK," katanya.
Selama persidangan, penasihat hukum tidak pernah menunjukkan dan menyerahkan bukti paspor atas nama Joko Tjandra, yang terdapat bukti telah masuk ke Indonesia. Dengan demikian, Joko harusnya dinyatakan tidak pernah mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Jika ada orang mengaku Joko Tjandra datang ke PN Jaksel, maka orang tersebut adalah hantu blau," kata Boyamin.