Ilustrasi Aksi Terorisme (IDN Times/Mardya Shakti)
Nurwakhid mengatakan radikalisme dan terorisme menjadi musuh negara, karena ideologi yang dibawa bertentangan dengan perjanjian yang sudah menjadi konsensus bersama bangsa Indonesia yakni Pancasila, UUD 1945, Bineka Tunggal Ika, serta NKRI.
Jika terus dibiarkan, kata dia, maka akan berkembang ke arah konflik sosial dan konflik bangsa, karena semua negeri-negeri konflik, terutama di dunia Islam, selalu didahului fenomena maraknya radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama, terlebih Islam di Timur Tengah dan beberapa negara Asia Tengah, atau di Afrika.
"Wilayah ini selalu didahului maraknya terorisme dan radikalisme mengatasnamakan agama dalam konteks Islam," ucap Nurwakhid.
Jika kelompok radikal sudah berkolaborasi dengan oposisi yang destruktif atau pun mengundang intervensi asing, kata dia, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadilah konflik seperti di Afganistan, Somalia, Libya, Sudan, Irak, atau Yaman.
"Pengalaman konflik di Ambon, misalnya, merupakan bagian dari desain besar yang ingin menghancurkan NKRI dan mengadu-domba masyarakat dengan mengatasnamakan agama," kata dia.
Untuk itu, Nurwakhid mengingatkan, Pancasila yang merupakan ideologi pemersatu bangsa, serta gotong-royong, yang digali dari kearifan lokal budaya dan nilai-nilai agama, harus terus dipupuk dan dikuatkan.
Ia menegaskan, Densus 88 atau pun BNPT meyakini tidak ada konflik agama, tetapi yang ada adalah konflik kepentingan yang memanipulasi dan mengatasnamakan agama.