Ketua Lemasa, Karel Kum, saat berorasi dalam aksi penolakan Pj Bupati Mimika. (IDN Times/Endy Langobelen)
Selaku orator, Ketua Lemasa Karel Kum, menyerukan bahwa aksi demo ini merupakan wujud luapan sakit hati masyarakat Mimika terhadap kebijakan pemerintah pusat.
Dia mengatakan, masyarakat sangat memahami dan merasakan bahwa pimpinan daerah ini, dalam hal ini Johannes Rettob, telah dikriminalisasi oleh sekelompok oknum yang bermain dari pusat hingga daerah demi kepentingan tertentu.
“Jadi, hari ini kami nyatakan sikap menolak Pj Bupati Mimika yang sudah dilantik untuk pimpin daerah ini,” tegas Karel.
Dia menilai bahwa pelantikan Pj Bupati Mimika, Valentinus Sudaryanto Suminto, oleh Pj Gubernur Papua Tengah, Ribka Haluk, tidak sesuai dengan UU Pemerintahan dan UU Otonomi Khusus yang mana seharusnya putra-putri daerah asli yang mesti menjadi pemimpin dan tuan rumah di atas tanahnya sendiri.
“Dia (Valentinus Sudaryanto Suminto) itu dari mana? Apakah dia tahu kondisi yang ada di sini? Intinya kami tidak menerima Pj. Yang kami mau itu pelaksana harian (Plh) karena Sekda Kabupaten Mimika ada di sini,” ujarnya.
Senada dengan itu, Kepala Suku Umum, Timosius Same, menegaskan agar Mimika tidak boleh dipimpin oleh orang luar, melainkan orang asli dua suku besar yang ada di Mimika, yakni Amungme atau Kamoro.
“Kami datang dan lakukan demo damai ini untuk meminta keadilan di negeri ini. Anak darah daerah ini yang harus memimpin, bukan orang dari luar. Jadi, Kemendagri tolong hargai keputusan kami menolak karena kami nilai Pj Bupati yang dilantik ini adalah titipan dari pusat," tuturnya.
Adapun Nusi selaku Koordinator ASN mendesak Kemendagri agar segera mencabut SK pelantikan Pj Bupati Mimika.
“Menurut penilaian kami, ini sebenarnya sudah melecehkan kami warga Papua terlebih khusus kami yang ada di Timika. Pj Bupati yang dilantik ini kami tidak kenal dia, padahal di sini ada anak Amungme dan Kamoro," kata Nusi.
"Kami juga minta Pj Bupati yang baru dilantik ini lebih baik berkantor di provinsi saja, jangan di sini," pintanya.