Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, membuka Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur’an di Jakarta (dok. Kemenag)
Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, membuka Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur’an di Jakarta (dok. Kemenag)

Intinya sih...

  • Menag dorong metode tafsir induktif

  • Tafsir berwawasan keindonesiaan

  • Menag harap ijtimak ulama tafsir bisa melahirkan hal positif

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, membuka Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur’an di Jakarta. Dalam kesempatan ini, Nasaruddin punya harapan besar agar acara tersebut bisa memicu lahirnya pendekatan tafsir induktif dan berwawasan keindonesiaan yang kuat.

Acara ini diselenggarakan atas kerja sama Ditjen Bimas Islam, Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM (BMBPSDM), serta Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Kementerian Agama. Untuk tahun 2025, Ijtimak Ulama Tafsir mengusung tema seputar toleransi dan cinta kemanusiaan.

Nasaruddin juga menyoroti tantangan di era post-truth yang menuntut adanya pembaruan cara menafsirkan Alquran supaya tetap relevan dengan kompleksitas zaman now.

"Dulu kebenaran mudah dirujuk, apa kata Alquran, apa kata Alkitab, atau apa kata ulama. Namun kini, kekuatan media dan politik dapat menenggelamkan kebenaran sejati," ujar Nasaruddin dilansir dari laman resmi Kemenag, dikutip Jumat (21/11/2025).

1. Menag dorong metode tafsir induktif

Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, membuka Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur’an di Jakarta (dok. Kemenag)

Tidak hanya itu, Nasaruddin juga memberikan catatan soal metode penafsiran. Nasaruddin mengkritik kebiasaan metode deduktif yang diibaratkan dari pemahaman langit ke bumi. Sebaliknya, Nasaruddin justru mendorong para ulama buat memakai pendekatan induktif alias 'dari bumi ke langit'.

Jadi, pendekatannya lebih mengutamakan membaca realitas sosial. Setelah itu, dikonfirmasi ke teks Alquran.

“Al-Qur’an dimulai dengan Iqra’ bismi rabbik. Iqra’ itu induktif, bismi rabbik itu deduktif. Keduanya harus dipadukan,” ucap dia.

Selain itu, Nasaruddin juga menekankan pentingnya kolaborasi antara logika dan perasaan saat memahami ayat-ayat Alquran. Ada ayat yang memang butuh pemikiran intelektual, tapi ada juga yang cuma bisa dipahami lewat perenungan hati.

"Perkawinan rasio dan rasa itulah yang akan melahirkan tafsir yang membumi dan menyentuh dimensi batin manusia," kata dia.

2. Tafsir berwawasan keindonesiaan

Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, membuka Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur’an di Jakarta (dok. Kemenag)

Poin berikutnya, Nasaruddin menegaskan kalau karya tafsir yang disusun oleh Kemenag ini harus punya identitas sebagai tafsir negara dan tafsir Indonesia. Maksudnya, tafsir tersebut wajib banget mengintegrasikan unsur antropologi, budaya, dan konteks lokal keindonesiaan.

"Setiap bangsa memiliki culture right dalam memahami Alquran, dan itu diakui dalam tradisi tafsir. Karena itu, kita perlu memasukkan perspektif budaya dan sosiologi dalam penyusunan tafsir," ujar dia.

3. Menag harap ijtimak ulama tafsir bisa melahirkan hal positif

Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, membuka Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur’an di Jakarta (dok. Kemenag)

Nasaruddin juga berharap, ijtimak ulama tafsir bisa melahirkan pandangan-pandangan yang mencerahkan serta kritik yang membangun. Tujuannya, agar tafsir yang dihasilkan bisa memberikan wajah Islam yang penuh kasih sayang.

Forum Ijtimak ini jadi ruang strategis untuk para ulama, akademisi, dan pemerhati tafsir buat ngumpul dan membahas penyempurnaan tiga juz tafsir Alquran yang sudah diselesaikan Kemenag, sekaligus melakukan uji publik atas karya tersebut.

Editorial Team