Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Agama Nasaruddin Umar di acara Halaqah pesantren di UIN Sunan Gunung Djati Bandung (dok. Kemenag)
Menteri Agama Nasaruddin Umar di acara Halaqah pesantren di UIN Sunan Gunung Djati Bandung (dok. Kemenag)

Intinya sih...

  • Mantan Ketua Umum PBNU sebut pemahaman agama perlu tiga landasan

  • Halaqah pesantren jadi tempat diskusi terbuka bagi kiai hingga akademisi

  • Halaqah pesantren diharapkan bisa memberikan ide nyata bagi masa depan pesantren

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, menyoroti urgensi perumusan yang matang sebelum Direktorat Jenderal Pesantren beroperasi penuh sebagai satuan kerja Eselon I di Kementerian Agama (Kemenag). Ia meminta kajian ontologis terhadap tiga arus utama pendidikan, yakni sekuler, Islam, dan pesantren, menjadi dasar konseptual lembaga baru ini.

Nasaruddin menyampaikan poin tersebut saat menghadiri Halaqah Penguatan Kelembagaan Ditjen Pesantren di Kampus II UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Menag mengibaratkan Ditjen Pesantren sebagai 'cek kosong' yang butuh pengisian cermat demi mencegah lahirnya kebijakan prematur.

Road map pesantren dan pendidikan Islam harus jelas. Jangan sampai jalannya sama, tetapi memakai nama berbeda,” ujar Nasaruddin dalam keterangannya, dilansir dari laman resmi Kemenag, Minggu (23/11/2025).

1. Mantan Ketua Umum PBNU sebut pemahaman agama perlu tiga landasan

Mantan Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan. (IDN Times/Santi Dewi)

Forum ini turut mengundang sejumlah tokoh nasional, salah satunya mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof. K.H. Said Aqil Siradj. Dia menekankan penguatan pesantren tidak semestinya terbatas pada sisi administratif, namun perlu berpijak pada fondasi epistemologi yang kokoh.

Said Aqil berpendapat, pemahaman agama membutuhkan landasan tiga pendekatan klasik dalam tradisi keilmuan Islam. Ketiga pilar tersebut meliputi Bayan yakni pendekatan tekstual berbasis wahyu dan hadis; Burhan, pendekatan rasional penguat teks via logika; serta Irfan, pendekatan spiritual pemberi kedalaman makna lewat pengalaman batin.

“Tiga epistemologi ini tidak boleh berjalan sendiri. Teks tanpa nalar tidak cukup, dan nalar tanpa kedalaman spiritual juga tidak memadai,” ucap dia.

Penyatuan ketiga aspek ini dinilai relevan untuk mencetak santri dengan intelektual kuat, spiritualitas matang, serta kemampuan membaca realitas.

2. Halaqah pesantren jadi tempat diskusi terbuka bagi kiai hingga akademisi

Ilustrasi pesantren/IDN Times/Kevin Handoko

Sementara, Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, Arskal Salim, menilai kegiatan ini sebagai wadah terbuka bagi kiai, pengelola pesantren, akademisi, serta pemerintah untuk bertukar pikiran.

“Halaqah ini memberikan ruang bagi kita semua untuk memberikan masukan-masukan yang berharga bagi kemajuan pesantren. Sehingga menghadirkan gagasan yang lebih konkret dan inovatif tentang bagaimana membentuk arah penguatan pesantren,” kata Arskal.

3. Halaqah pesantren diharapkan bisa memberikan ide nyata bagi masa depan pesantren

Ilustrasi pesantren (Dok.Humas Jabar)

Selain itu, pertemuan ini juga bertujuan menghasilkan ide konkret bagi masa depan pesantren, sekaligus menyatukan beragam pandangan pendidikan.

Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Rosihon Anwar, menjelaskan komitmen kampusnya dalam penguatan ekosistem pesantren lewat program seperti Ma’had Al-Jamiah.

Editorial Team