Menag Lukman Tak Laporkan Penerimaan Duit US$30 Ribu, Apa Sikap KPK?

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin tak pernah melaporkan penerimaan duit senilai US$30 ribu (atau setara Rp424 juta) ke Direktorat Gratifikasi. Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, kali terakhir Lukman melaporkan gratifikasi yakni terkait pemberian duit senilai Rp10 juta.
"Saya sudah cek ke direktorat gratifikasi dan belum ada laporan penerimaan sebesar US$30 ribu dari Menteri Agama," ujar Febri ketika ditemui di gedung KPK pada Kamis sore (27/6).
Informasi itu terungkap dari pengakuan Lukman ketika bersaksi di sidang dugaan jual beli jabatan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (25/6). Saat itu, Lukman menjadi saksi untuk dua terdakwa yakni Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanudin.
Lalu, apakah KPK akan mengenakan pasal gratifikasi kepada Lukman? Febri mengaku pihaknya tidak ingin terburu-buru mengambil tindakan apa pun. Ia mengajak publik untuk sama-sama mencermati setiap fakta yang muncul di persidangan.
"Saya pikir tidak tepat apakah saya menjawab "iya" atau "tidak" untuk penggunaan pasal gratifikasi sementara posisinya yang bersangkutan masih sebagai saksi," tutur dia.
Lalu, apakah KPK akan membuka penyelidikan baru terhadap Lukman dan menjeratnya sebagai tersangka?
1. KPK masih menunggu analisa dari jaksa soal pengakuan Menag Lukman
Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan pihaknya masih menunggu analisa dari jaksa atas informasi yang diungkap oleh Menag Lukman pada Rabu kemarin di persidangan.
"Analisa inilah yang menjadi dasar untuk mengembangkan kasusnya kepada siapa dan dalam ruang lingkup apa. Apakah seseorang jadi tersangka atau tidak, akan lebih baik diliat pada fakta persidangan ini," kata Febri semalam.
Apalagi saat ini, proses yang tengah berjalan, kata dia, untuk membuktikan dakwaan kepada dua mantan PNS Kemenag yakni Haris Hasanudin dan Muhammad Muafaq Wirahadi. Apabila muncul fakta lain untuk pelaku lain di persidangan, tutur Febri, maka akan dipelajari lebih dulu oleh KPK.