instagram.com/infolangsaku
Yaqut mengatakan, polemik Al Zaytun kembali muncul pada 2023 ketika pimpinannya, Panji Gumilang melakukan tindakan yang dianggap menyimpang.
"Polemik muncul kembali seiring ulah Panji Gumilang yang viral dalam beberapa bulan terakhir, mulai dari aktivitas salat Idulfitri, ucapan salam, hingga yang terkait dengan Al-Qur'an dan Bahasa Indramayu. Kemenag sudah merespons hal itu dengan menerjunkan aparaturnya, khususnya di Kankemenag Indramayu dan Kanwil Kemenag Jawa Barat untuk melakukan klarifikasi dan pengawasan," kata dia.
Pada 2015, Al Zaytun secara administrasi dianggap memenuhi arkanul ma'had atau unsur-unsur yang menjadikan lembaga dapat disebut pesantren. Arkanul ma'had, kata dia, terdapat lima, yaitu adanya pengasuh, harus ada asrama, harus ada tempat ibadah, santri, dan ada kajian kitab kuning atau Dirasat Islamiyah.
"Sehingga, izin operasional diberikan seingat saya pada tahun 2015 oleh Kankemenag Kabupaten Indramayu," kata dia.
Pada 2015, ujar Yaqut, belum ada regulasi yang mengatur pemberian izin operasional pesantren dilakukan oleh Kemenag. Baru pada 2019, ketika terbit Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan turunannya, pemberian izin pesantren dilakukan oleh Kemenag pusat.
"Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2020 dan Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 1626/2023 tentang Juknis Pendaftaraan Keberadaan pesantren, diatur juga bahwa pesantren yang belum memperbarui izin pesantrennya pasca-UU Pesantren Nomor 18 Tahun 2019 agar memperbarui nomor statistik pesantrennya (NSP)," ucap dia.