Menakar Elektabilitas Koalisi Nurhadi-Aldo Jelang April 2019

Jakarta, IDN Times- Bak oase di tengah gurun pasir, kemunculan pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (wapres) fiktif Nurhadi-Aldo (Dildo) berhasil mencuri perhatian publik. Kehadirannya memberikan nuansa baru di tengah kegaduhan politik akibat dukungan dari para relawan yang hampir tidak lagi rasional.
Belakangan, tidak sedikit warganet yang mendaftarkan diri sebagai calon legislatif untuk paslon nomor urut 10 ini. Salah satunya adalah Igor Saykoji.
Berdasarkan penelusuran IDN Times, ternyata elektabilitas pengusung jargon #McQueenYaQueen ini kian meroket. Tanpa dimeriahkan buzzer robot, warganet berbondong-bondong memviralkan capres dan cawapres yang ingin membawa Indonesia menuju Tronjal-Tronjol Maha Asyik.
Penasaran gak sejauh mana elektabilitas pasangan Dildo ini jelang 17 April 2019? Nih simak ulasan dari IDN Times.
1. Jumlah pengikut di Instagram mencapai 239 ribu
Kampanye Dildo di media sosial bermula pada akhir Desember 2018. Pada Kamis (3/1) kemarin, jumlah pengikut (follower) sekitar 73.000. Empat hari kemudian, pada Senin (7/1), jumlah pengikutnya meroket hingga 239.000. Di Twitter mencapai 51.100 pengikut. Sementara, di Facebook pengikutnya mencapai 136.634 akun.
Apabila jumlah pengikutnya dibandingkan dengan akun partai politik di Indonesia, maka Nurhadi-Aldo bisa dibilang sebagai “kuda hitam”. Untuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), jumlah pengikutnya sebanyak 94.700. Disusul oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan jumlah pengikut sebanyak 138.000. Adapun Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengklaim sebagai “partai millenial” hanya memiliki 122.000 pengikut.
Kalau dibandingkan dengan akun Instagram resmi Joko "Jokowi" Widodo-Ma'ruf Amin, setelah 78 konten yang diunggah, mereka hanya meraup 7.674 pengikut. Begitu pula dengan akun Indonesiaadilmakmur yang dikelola oleh tim Prabowo-Sandi, hanya memiliki 215.000 pengikut dengan 655 unggahan.
2. Tingkat interaksi di Instagram lebih tinggi daripada Donald Trump
Walaupun jumlah pengikutnya tidak sebanding dengan Jokowi (15,2 juta), Prabowo (2,4 juta), dan Sandiaga (2,8 juta), ternyata warganet lebih tertarik (engagement rate) untuk berinteraksi dengan akun Nurhadi-Aldo.
Rata-rata tingkat interaksi Nurhadi-Aldo beradasarkan 12 unggahan terakhir, data terakhir diperbarui pada Kamis (3/1) melalui aplikasi SociaBuzz, mencapai 19,86 persen atau sekitar 17.449 reaksi berupa komentar dan menyukai (like). Sementara, persentase interaksi untuk akun Instagram Jokowo hanya 3,03 persen walaupun jumlah reaksinya mencapai 457.582. Sama seperti Prabowo yang persentase interaksinya sekitar 5,05 persen dengan rata-rata reaksi warganet mencapai 120.134.
Interaksi akun Instagram Nurhadi-Aldo jauh lebih tinggi daripada Donald Trump, dengan persentase interaksi sekitar 4,01 persen atau jumlah reaksi warganet sekitar 456.287.
3. Program kerja yang merakyat
Salah satu faktor yang menyebabkan elektabilitas Nurhadi-Aldo melonjak tinggi adalah program kerjanya yang "sangat merakyat," meski nyeleneh. Salah satunya adalah mengangkat petani menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Dia juga memiliki kebijakan untuk mencegah pengaturan skor pada persepakbolaan Indonesia, yaitu membagikan bola kepada setiap pemain. Selain mencegah keterlibatan mafia bola, pasangan fiktif ini juga yakin pembagian bola bisa mencegah bentrokan antar suporter.
Untuk mencegah kemacetan lalu lintas, calon presiden yang awalnya bekerja sebagai tukang urut ini memiliki program ATASI JAMET dengan menjadikan pengangguran sebagai pekerjaan. Alhasil, warga tidak perlu keluar rumah untuk mengais rezeki.
4. Bentuk sindiran masyarakat karena tidak memiliki kemampuan
Dalam cuitannya, Ariel Heryanto yang merupakan sosiolog sekaligus dosen di Monash University menyebut fenomena viralnya Dildo sebagai bentuk ketidakmampuan masyarakat untuk mengubah situasi sosial-politik.
“Banyak orang bersorak karena aspek hiburannya, tapi gagal mengakui kenyataan pahit bahwa ini tidak lebih dari hiburan masyarakat yang marah dan kecewa namun tidak berdaya mengubah keadaan yang sudah parah lebih dari setengah abad terakhir,” tulisnya dalam akun twitternya @ariel_heryanto pada Minggu (6/1).
Jadi, bagaimana menurut kamu keterpilihan pasangan capres dan cawapres fiktif ini?