Sayangnya, situasi yang terjadi saat ini justru semakin memberikan peluang bagi pemimpin daerah yang korup masih tetap menjabat. Pasalnya sesuai dengan UU nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota, syarat yang ditetapkan untuk menjadi kepala daerah yakni mereka tidak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Atau, bagi mantan terpidana yang ingin maju kembali, maka mereka harus mengemukakan secara terbuka dan jujur sebelumnya pernah dibui.
Artinya, bagi para kepala daerah yang sudah menyandang status tersangka pasca tertangkap dalam OTT tetap bisa melenggang di Pilkada bahkan dilantik.
Fenomena itu pun turut dipahami oleh lembaga anti rasuah. Menurut jubir KPK Febri Diansyah, hukum positif di Indonesia memang mengizinkan demikian. Tetapi, pada faktanya, ketika calon kepala daerah sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan ditahan, maka secara otomatis mereka sulit menjalankan roda pemerintahan.
"Bahkan, konsekuensinya kan kalau sudah ditahan, maka diberhentikan sementara. Apalagi kalau divonis berdasarkan kekuatan hukum tetap. Tentu saja yang bersangkutan tidak bisa menjadi kepala daerah," kata Febri di kantor KPK semalam.
Mantan aktivis anti korupsi ICW itu pun yakin kalau masyarakat Indonesia sudah cukup cerdas dalam memilih calon pemimpinnya.
"Kami percaya masyarakat cerdas dan bijak dalam menentukan pilihan. Apakah masyarakat masih mau memiliki kepala daerah yang sudah jadi tersangka kasus korupsi?" tanyanya.
Sementara, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif tidak membantah ada pengawasan khusus yang dibuat bersama antara Polri dan lembaga anti rasuah. Salah satunya, kemarin memantau kalau ada pemberian mahar politik dari calon kepala daerah ke partai.
"Tetapi, itu kan sudah lewat. Yang sekarang ini adalah tentang yang ada hubungannya dengan penyelenggaraan pemilu dan KPU. Seperti yang terjadi di Garut kemarin oleh Polri. Tahap berikutnya, nanti adalah saat pemilihan dan saksi di TPS. Tahap, akhir yakni berhubungan dengan pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi," tutur Syarif.