Jakarta, IDN Times - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon tengah dikecam publik setelah menyangkal terkait adanya peristiwa pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998.
Gelombang protes terus berdatangan dalam sepekan ini yang ditujukan langsung ke Fadli Zon, karena pernyataannya itu dapat melukai para korban pemerkosaan, dan sekaligus menciderai penegakkan HAM di negeri ini.
Padahal, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) telah merilis adanya kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan Mei 1998. Dalam laporannya TGPF menyebut, 52 orang menjadi korban perkosaan, 14 orang korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 orang korban penyerangan atau penganiayaan seksual, dan 9 korban pelecehan seksual.
Selain itu, TGPF juga menemukan, sebagian besar kasus perkosaan yang terjadi pada Mei 1998 adalah gang rape—diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama. Kebanyakan kasus perkosaan juga dilakukan di hadapan orang lain.
Meskipun korban kekerasan tidak semuanya berasal dari etnis China, namun sebagian besar kasus kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 lalu diderita oleh perempuan etnis China.
Dalam sebuah wawancara bersama media asing yang terbit pada 12 Februari 1998, Fadli Zon memang telah menyampaikan pandangannya terhadap eksistensi etnis Tionghoa di Indonesia. Dalam wawancara itu, ia menyeret etnis Tionghoa karena jadi "dalang" yang membuat ekonomi Indonesia jatuh.
Dalam artikel bertajuk "Us and Them" ia mengatakan, sudah waktunya merebut kekuasaan ekonomi. Hal ini merujuk pada kondisi ekonomi Indonesia pada 1998, masa-masa kritis bagi bangsa ini.