Taj Yasin menyampaikan motivasi kepada santri di pondok pesantren agar disiplin menjalankan protokol kesehatan, beberapa waktu yang lalu. (Istimewa)
Lebih lanjut, Komaruddin menjelaskan, ada dua tema pokok seluruh ajaran Nabi Muhammad, yaitu ketuhanan dan kemanusiaan. Pertama, umat Islam diajak untuk merenung dan berpikir dengan membaca ayat-ayat semesta bahwa semua ini tidak datang dengan sendirinya, melainkan diciptakan Allah SWT.
Allah yang maha rahman dan rahim mencipta dan menyediakan ini semua untuk manusia. Manusia adalah makhluk ciptaan tertinggi dengan dilengkapi kecerdasan di atas yang jauh ciptaan lainnya. Oleh karenanya, manusia tidak pantas bersujud menyembah dan memuja objek apa pun yang lebih rendah dari posisi dirinya, misalnya jabatan dan harta kekayaan karena posisi manusia lebih tinggi dari keduanya.
Komaruddin mengatakan manusia tidak pantas memuja siapa pun selain Allah SWT Yang Maha Agung dan absolut, sementara manusia posisinya sama-sama rapuhnya, yang mengenal kelahiran, sakit, dan kematian.
Saat ini penduduk bumi tengah gelisah, kata dia, kelimpungan dan dicekam ketakutan akibat dipermainkan COVID-19. Virus corona bisa juga dilihat sebagai bagian dari ayat kauniyah--memberikan tanda bahwa Allah itu ada, baik seperti yang tercatat dalam kitab Allah maupun melalui tanda yang ditunjukkan makhluk ciptaan-Nya, untuk dipahami dan direnungkan manusia, yang menyerang siapa pun tanpa pandang bangsa, agama, profesi dan kelas sosial.
Menurut Komaruddin, di samping diberi kecerdasan akal untuk membaca ayat-ayat Allah SWT, yang yang terhampar dalam semesta dan panggung sejarah manusia, Allah juga meniupkan ruh-Nya ke dalam setiap tubuh insani.
Ruh inilah wadah yang mampu menampung cahaya dan petunjuk ilahi yang disebut iman, yang kemudian tertulis dalam lembaran-lembaran hati. Ayat-ayat qalbiyah inilah yang mesti dipedomani dan jadi penuntun umat Islam semua, dalam berpikir dan bertindak agar seseorang memiliki karakter yang kokoh dan mulia (akhlaqul karimah), yang mampu menggerakkan seseorang untuk berbuat baik dan meninggalkan yang buruk.
“Allah mengingatkan, ‘Mengapa engkau menyuruh orang lain berbuat kebaikan, namun kamu melupakan dirimu tidak melakukan apa yang kamu perintahkan itu, pada hal engkau membaca kitab. Apakah kamu tidak renungkan?’" ujar Komaruddin.
Jadi sesungguhnya, menurut ia, dalam setiap dada seorang muslim tertulis kitab Allah SWT, yang disebut suara hati nurani. Baris-baris ayatnya akan semakin terang dibaca jika hatinya bersih, diterangi cahaya ilahi, yang membuat setiap orang memiliki kesadaran kuat untuk membedakan antara yang halal dan haram, yang mulia dan hina.
Hatinya mampu membedakan dan menggerakkan untuk memilih tindakan yang mendatangkan kebaikan bagi sesama manusia dan mencegah tindakan yang mencelakakan diri dan sesama manusia.
Ayat-ayat Allah dalam kalbu itulah yang jadi pedoman dan penggerak tindakan, sedangkan kitab suci yang tertulis dalam lembaran kertas itu sebagai rujukan untuk dikaji oleh nalar, sebagai jalan masuk untuk memahami dan menghayati isi kitab yang ada di lembaran-lembaran hati.
Dikatakan kitab suci, kata Komaruddin, karena datang dari maha suci, lalu disimpan di dalam hati yang suci, sehingga tak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang takwa. Sedangkan lembaran kitab suci yang tercetak dalam mushaf itu merupakan rujukan dan pintu masuk untuk dikaji dengan nalar.
Namun ketika mendekati Alquran hanya dengan otak dan nalar, tanpa kejernihan dan ketulusan hati, sangat bisa jadi yang muncul adalah perselisihan pendapat dan tafsir lalu menimbulkan perpecahan atas nama kebenaran Tuhan.
“Jadi, setinggi apapun pendidikan seseorang, sepintar apapun isi kepala seseorang, sehebat apapun jabatan seseorang, jika tidak diterangi dan dipimpin oleh qalbun salaim, hati yang bersih dan sehat, tidak ada jaminan perilakunya akan mendekatkan pada kebaikan. Mengapa? Karena kecenderungan manusia itu selalu mendorong berbuat zalim dan korup,” kata Komaruddin.