Lokasi pertama yang menarik mata untuk dikunjungi adalah Gereja Blenduk. Ini lantaran bangunannya yang menonjol di antara bangunan lain dan letaknya juga persis di sebelah taman. Bangunan bercat putih ini memiliki kubah berwarna cokelat, yang kemudian menjadi asal muasal penamaan populernya: blenduk.
Dalam bahasa Jawa blenduk berarti menonjol, istilah yang kemudian lebih dikenal masyarakat ketimbang nama asli gerejanya. Padahal nama asli gereja kristen tertua di Jawa Tengah ini adalah Gereja GPIB Immanuel.
Gereja dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Letak persisnya di Jl. Letjend Suprapto 32, kawasan Kota Lama.
Bangunan ini mulai berdiri pada tahun 1753, digunakan untuk gereja Nederlandsche Indische Kerk. Gedung ini diperbaiki pada tahun 1756, 1787, dan 1794. Pada tahun 1894 bangunan ini dirombak seperti keadaan sekarang.
Arsitek pembangunannya adalah HPA De Wilde dan Wwestmas. Gedung ini, sebagaimana keterangan dalam prasasti di dalamnya, direnovasi lagi antara 2002-2003 dengan doa persembahan Edward Ernest Neloe.
Hingga sekarang gereja masih digunakan untuk peribadatan dan beragam kegiatan umat lainnya. Gereja saat ini dipimpin Pendeta Ny. Helen G.F. Luhulima-Hukom, M.Th. Ia adalah pendeta ke-96 yang memimpin Gereja Blenduk. Pendeta Helen tinggal di rumah dinas yang berada persis di samping gereja.
Selain masih aktif digunakan untuk peribadatan, interior di gereja juga masih tampak terawat. Bangku-bangku perpaduan kayu dan rotan yang digunakan untuk jemaat masih kuat dan tertata rapi di ruangan. Keramik tua-nya pun masih mengilap dan terawat. Ornamen keramik khas membuat siapa pun yang memandang dibuat kagum.
Salah satu yang khas dari gereja ini adalah alat musik orgel pipa yang usianya sudah sangat tua. Terletak tangga atas, keberadaan orgel tersebut cukup memberikan kesan musikalitas tinggi dari gereja ini. Sayang, orgel sudah tidak berfungsi dan sekarang hanya dipajang saja sebagai bukti sejarah.
Disebutkan penyebab rusaknya orgel pipa yang diimpor dari Jerman itu karena karat yang disebabkan angin laut yang masuk melalui ventilasi gereja. Letak gereja di kawasan pantai, sekitar 10 km dari pantai membuat korosi yang menyerang alat musik tak bisa dihindarkan.
Meski merupakan tempat peribadatan umat Kristen, gereja ini terbuka untuk siapa saja yang ingin melihat sejarah dan isi di dalamnya selama tidak sedang dilakukan peribadatan.
Pada pintu masuk dan keluar terdapat kotak yang tertulis, "Kotak Persembahan Pengunjung untuk Pemeliharaan Gedung Gereja". Pengunjung yang masuk silakan mengisi kotak semampunya.