Oleh Anang Zakaria
YOGYAKARTA, Indonesia – Lewat pengeras suara, nada penyiar radio terdengar meninggi ketika Tim Panser menembus pertahanan kesebelasan Korea Selatan. Para pemain asuhan Joachim Low itu digambarkan menusuk sampai ke depan gawang.
Puluhan pendengar di aula Mardi Wuto Yogyakarta, Rabu 27 Juni 2018 malam, terdiam. Mimik mereka terlihat tegang menyimak jalannya pertandingan. Dan kemudian, “Tim Korea tak kalah bagus, penjaga gawang tangkas memetik bola di udara,” suara lelaki penyiar radio melanjutkan laporannya.
Jerman gagal menjebol gawang Korea. Hingga paruh waktu babak kedua skor bertahan imbang, 0-0. Pendengar siaran berteriak menahan kecewa.
Seorang pendengar, Tio Tegar (21 tahun) mengatakan meski tak mengidolakan tim Jerman, ia yakin Tim Panser mampu menggungguli Korea. Banyak pemain bola handal di sana. “Saya pengamat saja meski tak bisa mengamati,” kata mahasiswa jurusan hukum semester V di Universitas Gadjah Mada itu.
Tio seorang tunanetra. Ia mulai kehilangan penglihatan sejak duduk di bangku sekolah dasar. Kini, matanya hanya mampu menangkap cahaya. Toh kehilangan kemampuan melihat obyek tak membuat lelaki asal Magelang itu kehilangan kecintaan pada sepak bola. “Bapak dan kakak saya suka nonton bola, saya jadi suka juga,” kata bungsu dari tiga bersaudara ini.
Berbeda dengan orang tua dan saudaranya, ia mengandalkan laporan audio untuk mengikuti pertandingan. Radio jadi pilihan utama. Kalau tak ada, suara komentator pertandingan pada siaran televisi menjadi penggantinya.