Prof. Alimatul Qibtiyah (IDN Times/Rochmanudin)
Sedangkan, Prof. Ahmad Najib Burhani menyoroti empat hal, yakni peran Ahmadiyah pada masa revolusi kemerdekaan, menjaga kebinekaan, Ahmadiyah sebagai tes kebangsaan, serta Ahmadiyah dan kewarganegaraan di Indonesia.
Perintah puasa Senin-Kamis pada jemaat Ahmadiyah pada masa perjuangan kemerdekaan RI membuktikan ada upaya spiritual dan keyakinan bahwa kemerdekaan tidak cukup hanya mengangkat senjata. Perlu bantuan Allah SWT.
"Bahwa kemerdekan itu ditulis atas berkat rahmat Allah, ini kita tidak bisa andalkan angkat senjata, jadi kemerdekaan dan perjuangan bukan soal kemanusiaan, tapi ada hubungan dengan akhirat dan spiritual. Bahwa apa yang dilakukan dengan sepenuh jiwa raga dengan melakukan puasa Senin dan Kamis," ujarnya.
Ahmad Najib juga menggarisbawahi nation building dalam kaitan kebinekaan. Pentingnya persatuan dalam membangun bangsa, di mana Ahmadiyah bagian dari elemen bangsa yang tidak dapat dipisahkan.
"Apa artinya dalam satu kelompok satu elemen hilang, apa yang hilang bangsa Indonesia? Maka kita akan kehilangan persepektif tertentu dalam melihat dunia," ujarnya.
"Menyerang Ahmadiyah itu bertentangan dengan state love. Jadi keteguhan kita jaga bangsa melihat dari posisi jemaat Ahmadiyah. Padahal negara menjamin warga negara menganut agama dan kepercayaannya," tegasnya.
Senada, Prof. Alimatul juga menekankan jaminan bagi warga negara untuk beribadah dan menganut agama serta kepercayaannya. Sebagai komisioner Komnas Perempuan, ia lebih menekankan hak-hak dasar bagi setiap warga negara, dan diskriminasi.
"Kebebasan beragama, negara harus menjamin warganya untuk keberagaman. Konstitusi kita sudah menjamin ya Pasal 28," ujarnya.
"Kemajemukan itu sunatullah, kalau semua Ahmadiyah itu gak lucu, kalau semua Islam itu gak lucu," sambungnya.
Alimatul menyoroti empat hal, pertama menghargai dan menghormati kebebasan beragama dan ekspresi keagamaan kelompok atau individu lain, merupakan bagian dari penegakan HAM yang sudah diatur konstitusi dan juga ajaran semua agama.
"Kedua, negara bangsa yang bermartabat adalah negara bangsa yang memberikan penghormatan berbasis hak, termasuk hak dalam menjalankan dan berekspresi agama atau kepercayaan atau keyakinan," kata dia.
Ketiga, meyakini agama atau keyakinan atau kepercayaan kita adalah yang paling benar boleh, tetapi jangan menggunakan keyakinan itu untuk merendahkan atau membuat celaka kelompok atau individu yang berbeda dengan kita.
"Keempat, bagimu agamamu, atau kepercayaanmu atau keyakinanmu, bagiku kau saudaraku. One humanity many faiths," ujarnya.