Jakarta, IDN Times - Ketakutan Febri terus membayanginya, saat berlari menghindari tembakan kelompok bersenjata Syrian Democratic Forces (SDF) di bumi Syam. Peluru-peluru tajam itu terus menghantui Febri bersama keluarganya, ketika mereka melarikan diri dari markas Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ke SDF di Suriah, Agustus 2017 lalu.
Selain ancaman kelompok SDF, Febri sempat ditangkap kelompok ekstremis Jabhat al Nusra (JN) saat pertama kali masuk Suriah pada akhir September 2016. Selama masa penangkapan itu, ia mendapat makan tiga kali sehari dan fasilitas lain. Namun, sebulan kemudian ia harus memilih antara mati atau harus bergabung dengan kelompok ini.
“Diajak gabung sampai diancam kalau gak gabung ditembak atau dipenggal,” tutur Febri kepada IDN Times, Jakarta, Rabu (5/2).
Febri terpaksa meninggalkan Indonesia menuju wilayah ISIS di Suriah pada akhir September 2016, demi mengobati rasa rindu dengan keluarganya yang lebih dahulu berangkat ke Suriah.
“Untuk melihat ibu saya,” ucap dia.
Febri bersama orangtuanya memutuskan pergi bergabung dengan kelompok teroris ISIS, karena kondisi ekonomi saat itu. Perusahaan orangtuanya bangkrut hingga kehidupannya terpuruk.
Alih-alih hidup sejahtera ditambah negara berasas syariat Islam, ISIS dianggap menjadi pilihan paling tepat bagi Febri dan keluarganya. Namun janji ISIS hanya isapan jempol belaka.
Febri adalah potret dari ratusan eks WNI yang menjadi simpatisan ISIS yang belakangan ramai diperbincangkan, lantaran akan dipulangkan ke Indonesia. Namun dia lebih beruntung, karena ia sudah tiba di tanah air pada awal September 2017.