Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20251002_061138.jpg
Menyaksikan matahari terbit dari bawah Gunung Batur (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Wisata Kintamani pulih pasca dampak pandemi.

  • Sopir off-road jago mengabadikan momen estetik.

  • Kisaran harga beragam, termasuk tiket masuk dan sarapan ringan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bali, IDN Times - Suara mesin mobil mini off-road bersahutan sebelum fajar muncul malu-malu menyinari wilayah Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Sedari dini hari, mobil-mobil yang dikemudikan warga setempat itu mulai bersiap menjemput wisatawan.

Tujuan utama mereka tak lain dan tak bukan untuk mengantar wisatawan domestik maupun mancanegara ke pariwisata unggulan di Kintamani. Salah satunya ialah menonton matahari terbit muncul di punggung Gunung Batur dan lava hitam.

Lava hitam sendiri jadi destinasi unik karena terbentuk dari muntahan gunung di masa lalu. Sementara, momen matahari terbit terlihat cantik dari Gunung Batur karena wisatawan dimanjakan dengan moleknya perpaduan Danau Batur, Gunung Abang, hingga Gunung Rinjani Lombok.

Menyaksikan matahari terbit dari bawah Gunung Batur, Kintamani, Bali (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

1. Sempat dihantam dampak badai pandemi

Menyaksikan matahari terbit dari bawah Gunung Batur, Kintamani, Bali (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sopir off-road jeep tour dari RJA Adventure, Bli Bangol menuturkan kedua lokasi itu memang jadi objek wisata unggulan. Pria berusia 40 tahun ini sudah selama lima tahun menjadi sopir pemandu wisata.

Dia menjelaskan, sebenarnya wisata ini sudah mulai ramai sejak sebelum pandemi COVID-19 yang melanda pada 2019 lalu. Akibat dihantam aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), wisata di Bali sempat terpuruk. Termasuk di Kintamani.

Setelah virus yang menewaskan 162.059 orang Indonesia ini hilang, Kintamani pun berangsur pulih. Saat ini wisata di Kintamani sendiri sudah banyak yang sudah bertaraf internasional.

"Cuma, waktu itu kendala COVID, jadi agak sepi. Nah, akhir-akhir COVID itu, mulai lagi tamu-tamu domestik itu, naik jeep ke sini, ke black lava, atau sunrise, itu mulai booming kembali. Karena mereka (wisatawan) upload-upload di media sosial, dan lain sebagainya itu, jadi booming," kata dia menjawab dengan ramah.

Bli Bangol hapal kapan wisatawan mulai meramaikan destinasi di Kintamani. Ia pun merinci, biasanya wisatawan dari Eropa biasanya ramai datang sekitar Maret sampai Agustus. Kemudian wisatawan domestik dan Asia Tenggara cenderung liburan pada akhir tahun.

2. Estetika foto ala sopir pramuwisata

Aksi Bli Bangol saat memotret wisatawan lava hitam di kaki Gunung Batur (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Wisatawan Timor Leste sedang berswafoto di lava black kaki Gunung Batur (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Bli Bangol bersama sopir lainnya lihai dalam mengambil foto estetik. Mereka dengan telaten mengarahkan gaya setiap wisatawan yang datang. Salah satu teknik andalan yang sering dipakai ialah memotret dengan gaya ponsel terbalik. Di mana posisi kamera berada di bawah, kemudian diatur kecerahan, dan angle foto yang pas.

Mereka juga jago mengabadikan momen dengan merekam video melalui gawai. Video yang dihasilkan seperti diambil dengan menggunakan drone. Soal bagaimana tangannya stabil sehingga video yang dihasil tidak goyang, Bli Bangol jagonya.

Mereka mengaku tidak ada pelatihan khusus ilmu fotografi maupun videografi. Ilmu yang didapat sekadar berbekal ATM alias amati, tiru, dan modifikasi. Hasilnya memang tak main-main, walau hanya dengan gawai, foto yang dihasilkan setara dengan jepretan kamera profesional, tak bikin malu jika ingin mengunggahnya di media sosial.

"Kami bisa karena otodidak saja," jelasnya merendah saat dipuji wisatawan.

3. Kisaran harga beragam

Suasana black lava atau lava hitam di kaki Gunung Batur Kintamani, Bali (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Suasana black lava atau lava hitam di kaki Gunung Batur Kintamani, Bali (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Saat ditanya berapa patokan harga untuk bisa merapat ke wisata itu, Bli Bangol enggan menjawab pasti. Ia khawatir, pernyataannya justru merusak harga pasar. Mengingat semua perusahaan pemandu wisata punya tarif dan kualitas yang berbeda. Namun, dipastikan biaya yang ditawarkan tidak akan "digetok", tapi perlu dipahami bahwa harga tidak akan mengkhianati hasil.

Bli Bangol menyampaikan, jenis harga juga beda-beda. Ada penyedia wisata yang mematok harga berdasarkan jumlah per kepala wisatawan, ada tarif yang hanya menyesuaikan mobil mini off-road yang disewa. Tapi dipastikan semua jasa sewa sudah termasuk tiket masuk, jasa potret, hingga sarapan ringan.

"Ya, kalau untuk harganya, bilang nominalnya, maaf ya, saya enggak berani bilang, kalau ada perbedaan sih sebenarnya antara domestik dengan internasional. Kalau internasional itu, biasanya dia hitungnya perfect. Kalau domestik, kita per jeep biasanya," tuturnya.

"Tergantung juga trip-nya, karena trip-nya kan banyak, ada yang Sunrise Black Lapa, Black Sand, ada yang Sunrise Black Lapa Hot Spring, itu banyak. Ada yang juga masih singgah ke coffee shop misalnya, tempat jadi kan agak lama gitu. Itu beda lagi," sambung dia.

Bli Bangol menyampaikan, terdapat beberapa jenis trip di Kintamani mulai dari yang pagi, siang, hingga sore. Jika ingin melihat matahari terbit, maksimal sekali berangkat paling lama pukul 04.00 waktu setempat.

Editorial Team