Terus-terang saya dulu aktif di Twitter karena Pak Dahlan Iskan. Pak Dahlan itu bilang, Pak Budi kan sudah jadi dirut (Bank Mandiri). Itu banyak yang complaint tuh di Twitter. Jadi saya masuk Twitter untuk menerima complaint. Jadi dirapihkan. Sekarang kenapa gak? Baik di Twitter maupun Instagram setelah jadi menteri gak aktif lagi? Karena saya gak mau high profile. Karena kalau high profile upaya membangun gerakannya gak akan terjadi. Mungkin orang akan berpikir, ini menteri kan posisi politik, dan banyak yang melihat, nanti takutnya orang melihat motivasi kita berbeda.
Tapi saya memonitor social media conversation. Saya sangat perhatikan, saya suka ngecek ke Bu Wiwid (Kepala Biro Humas Kemenkes). Bu Wiwid ini banyak banget yang belum dijawab. Saya kirim. Walaupun memamg jadi tidak sesistematis dulu, kalau dulu kan karena saya aktif saya bisa tahu langsung. Ini kan saya baca setiap hari summary-nya. Which is karena summary, bisa aja ada yang missed, saya kadang baca complaint-nya orang-oarang bisa ketahuan. Dulu sempat paling banyak masalah pembayaran insentif nakes. Banyak. Makanya setiap hari meeting selama tiga bulan tuh supaya bisa membayarkan itu. Gak bisa, aku panggil semua dokter resident, vicon tuh, semua video conference, vicon, semua complaint tuh, dokter-dokter saya ajak vicon, complaint semua soal insentif. Itu masih sama seperti itu. Tapi complaint itu memberikan masukan yang sangat berharga.
Peristiwa di Bogor, video Presiden viral, menegur menkes karena obat kurang tersedia di apotek. Apakah itu satu-satunya momen ketika menkes ditegur atau diingatkan presiden?
Karena media dan masyarakat tidak tahu lengkapnya seperti apa, persepsinya seperti itu. Tapi kalau kita kan tahu, lengkapnya seperti apa? Ceritanya nanti sesudah pensiun... hehehe.
Kalau kita ngalami, memang lucu, orang kalau gak lihat gajah megang ekornya aja kan bisa punya persepsi lain. Jadi saya tahu benar pikiran yang ada di Presiden apa? Karena sesudahnya kan ngobrol, oh begini. Buat teman-teman, kita tahu Presiden kita tuh suka datang mengecek di lapangan, bukan karena niat buruk, Pak Presiden senangnya blusukan dari dulu. Jadi datang ke sana, sini, lihat sana, sama dengan menteri lain, kalau dia ingin ada yang segera perlu diperbaiki, langsung beliau telepon.
Saat awal pandemik, Korsel termasuk yang jadi rujukan, selain Singapura. Di Korsel, yang mengerjakan tes kit adalah level UMKM, jadi profesor, doktor, periset, bikin startup, langsung bisa menciptakan alat tes COVID, apakah arah kita ke sana juga? Jadi tidak tergantung kepada satu, dua, tiga atau empat perusahaan gede, tetapi menjadi industri kesehatan yang bsia melibatkan startup, UMKM?
Saya kan dikasih tugas oleh Bapak Presiden tiga ya, kesatu vaksinasi, kedua mengatasi pandemik, ketiga melakukan reformasi total kesehatan. Saat diminta jadi menkes, saya tanya, kenapa saya Pak? Beliau jawab, ya karena Pak Budi dulu mengalami dua kali krisis ekonomi besar skala dunia, disebabkan oleh perbankan. Jadi Pak Budi jadi mengerti apa yang harus dilakukan. Sekarang krisis besar dunia kali ini penyebabnya di sektor kesehatan, ya beresin aja sekalian, dan seingat saya Indonesia kalau ada krisis, selalu berhasil melakukan major reform, itu beliau bilang demikian. Benar kan, bukan hanya reformasi politik ya, saya bisa katakan reformasi keuangan paling besar paling signifikan di Indonesia terjadi gara-gara krisis ekonomi 1998. Bank Indonesia dilepas jadi independen, konsolidasi, ada bank ditutup dan sebagainya.
Nah, salah satu yang mau direform, saya sudah lapor ke beliau, adalah reformasi sistem teknologi kesehatan. Itu ada dua, sistem teknologi informasi kesehatan, sama sistem bioteknologi kesehatan. Itu seperti yang dilakukan di Korsel. Karena ke depan diagnostic-diagnostic itu testing ya artinya, kita lihat tes darah segala macam, maupun theraupetic, atau perawatan, itu bergeser berbasis bioteknologi. Jadi kayak Moderna, Pfizer, itu kan bukan chemical base, itu biotechnology base. Obat-obatan Covid-19, itu biotechnology base.
Bioteknologi ini ke depannya, menurut saya sangat mirip dengan Information Technology Startup. Kalau saya lihat sekarang kan, saya terlibat ya sebagai bankir, Indonesia kan sudah ada IT startup menjadi unicorn, nilainya di atas US$1 miliar. Padahal mereka perusahaan kecil, mulai dari awal, bergerak di any bidang, mulai dari media, travel, hotel dan segala macam, tapi IT startup karena mengikuti yang terjadi di West Coast, di Californian Belt.
Nah yang saya mau bangun sekarang, adalah ekosistem yang sama, di mana kita bisa mendapatkan multiples return, bukan percentage return-nya, tapi di biotech startup yang kiblatnya di East Coast yang ada di Boston dan Massachusett. Contohnya apa? Moderna. Moderna itu before this is US$500.000 US company. Sekarang US$35 billion. BioNTech Pfizer? Sama. Saya kasi contoh di Indonesia apa? Yang kita terlibat dari awal dan kita bantu, Nussantic. Perusahaan ini selain dia bikin gargle test PCR itu, kerjasama dengan Biofarma (kerjasama partner tranparansi dengan IDN Media). Dia SGTF, yang kita pakai dia sekarang. Karena SGTF itu dibutuhkan semua orang di awal-awal, susah sekali kan dapatnya, itu biotech. Oh profil mutasinya begini, dia bikin cetakannya, disitensis DNAnya dia dapat, diurutkan (sequencing) jadi d PCR yang bisa deteksi Omicron.
Nussantic adalah startup company. Nah ini harus kita lakukan, tapi kita butuh waktu, cuma saya beruntung karena sudah melakukan di IT startup kita udah bikin di sini. Kita udah panggil itu investor-investornya yang mendanai startup-startup itu, sudah kita kumpulin, yuk bikin yuk, daripa a uangnya berlebih, bioteknologi juga bisa bikin obat kanker.
Sekarang, diagnostic, surveilance itu penting sekali, buat pengobatan penyakit. Bukan hanya COVID1-9, TBC misalnya penting, Malaria penting dan lainnya. Bagaimana kalau semua tes masih di lab? Yang di Pulau Seram, misalnya, kan susah bikin lab di sana. Nah, Korsel itu pinter, dia bikin semua lab dipindahin jadi rapid test kit. Jadi, kayak tes kehamilan aja, semua tes, ya dia mau tes TBC, HIV test, tes Dengue, semua bisa dilakukan sendiri, pakai rapid test kit. Misalnya HIV, mana sih orang mau ke Lab? Mereka mungkin malu kan? Sama kayak kehamilan, kadang-kadang malu. Tapi kalau dilakukan sendiri kan dia senang, praktis. Tinggal sekarang kita kasi barcode aja.
Jadi begitu tes, langsung di barcode, set langsung masuk ke NAR, bisa dapat obat gratis. Itu semuanya biotechnology kan. Molecular base. Biology base. Jadi ke depan, setelah saya lihat, nanti akan ada startup-startup baru. Saya sudah ke Korsel, banyak tuh profesor punya US$ 00 juta company, lumayan kan, US$50 juta company, dimulai dari profesor, researcher, PhD, dia ajak anaknya, bikin perusahaan. Cuma ini butuh keilmuan. Itu yang mudah-mudahan saya lagi dorong supaya universitas mau develop talent-talent seperti itu juga di sini.