Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan, bahwa dalam setiap penyelenggaraan pemilu akan ada praktik kecurangan. Oleh sebab itu, ia mewanti-wanti publik dan peserta pemilu soal praktik tersebut. Mahfud menyampaikan pernyataan itu menanggapi adanya dugaan manipulasi verifikasi faktual parpol calon peserta pemilu mencuat pada pekan lalu.
Anggota KPU di sejumlah kabupaten atau kota mempertanyakan adanya perbedaan hasil rekapitulasi yang tercatat di dalam Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) dan berita acara verifikasi faktual yang mereka teken. Beberapa parpol yang semula dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) tiba-tiba berubah menjadi Memenuhi Syarat (MS).
Santer beredar informasi hal tersebut dapat terjadi lantaran ada instruksi dari pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat ke anggota KPU di daerah.
"Saudara sendiri juga harus siap-siap (karena) pemilu pasti ada curangnya. Oleh sebab itu, saudara harus lihat, pasti muncul yang kalah menggugat yang menang dan menuduh curang," kata Mahfud di Kemayoran, Jakarta Pusat pada Selasa, (13/12/2022).
Padahal, kata dia, baik pihak yang kalah dan menang pemilu sama-sama melakukan kecurangan saat mengikuti pemilu. Namun, praktik kecurangan saat pemilu di masa kini dan era Orde Baru (Orba) berbeda.
"Di era Orba itu yang merekayasa (adalah) pemerintah. Pemerintah menunjuk Lembaga Pemilihan Umum (LPU) lalu mengatur (pihak) yang menang ini dan tak boleh dibantah," ujarnya.
Sementara, praktik kecurangan di masa kini, dilakukan oleh antar partai. Mereka lalu menggugat KPU.
"Padahal, KPU itu bukan pemerintah. Dia adalah lembaga independen," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Lalu, apa langkah pemerintah untuk mencegah agar tidak ada praktik kecurangan di pemilu 2024?