Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Rapat kerja Komisi 1 dan Kominfo-BSSN dalami kebocoran PDNS 2. (IDN Times/Amir Faisol)

Jakarta, IDN Times - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, mengakui pertahanan siber di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain. Ia menilai, keamanan siber dalam negeri memang harus ditingkatkan lagi.

Mulanya, Budi Arie menyajikan sebuah data yang memperlihatkan indeks pertahanan siber pada 2022-2023. Hasilnya, dari 20 negara yang masuk studi, Indonesia menempati ranking 20.

Berdasarkan data itu, Indonesia masuk dalam klasifikasi lima negara yang komitmen dalam menciptakan lingkungan pertahanan sibernya lambat dan tidak merata.

"Kita bisa lihat gambaran peringkat negara dalam indeks pertahanan siber di tahun 2022-2023. Ini hasil study dari MIT Technology Review Insight di 2022, di mana peringkat Indonesia di G20 ini nomor 20," kata dia, dalam rapat kerja bersama Komisi I di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024).

"Kalau kita bisa lihat, Australia, Netherlands, Korsel, AS, Kanada, dan berikutnya (di atas), kita masuk dalam terbawah dengan Mexico, Brasil, India, Turki, dan Indonesia," sambungnya.

Oleh karena itu, Ketua Umum Projo itu menilai, pertahanan siber harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah Indonesia. Dia menegaskan, ke depan keamanan siber di Indonesia perlu ditingkatkan.

"Jadi harus juga jadi perhatian kita semua sebagai negara dan bangsa. Bahwa keamanan siber kita masih perlu peningkatan yang lebih," imbuhnya.

Diketahui, server PDNS 2 lumpuh diserang ransomware Lockbit 3.0. PDNS 2 yang berlokasi di Surabaya itu diretas sejak 20 Juni 2024. Akibat peretasan ini, sebanyak 210 instansi pemerintah terdampak dan layanan publik berbasis digital terganggu.

Menkominfo Budi Arie Setiadi menyebut, peretas meminta uang tebusan 8 juta dolar AS atau setara Rp131 miliar kepada pemerinta untuk melepaskan PDNS 2.

Editorial Team