UU Cipta Kerja yang telah diteken oleh Presiden Jokowi (Website/setneg.go.id)
Di dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), ternyata masih ada beberapa kesalahan teknis di dalamnya. Padahal, undang-undang yang baru diteken Presiden Jokowi pada 2 November 2020.
Berdasarkan pengamatan IDN Times, ada beberapa pasal yang didapati memiliki kesalahan teknis dan kejanggalan. Kesalahan pertama ada di halaman 6 UU Cipta Kerja.
Di halaman itu tertulis Pasal 6 berbunyi:
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha; c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
Pasal 6 tersebut merujuk pada Pasal 5 ayat (1). Namun, pasal yang dimaksud tidak memiliki satu ayatpun. Penjelasan Pasal 5 UU Cipta Kerja berbunyi:
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Ada juga kejanggalan lain di UU Cipta Kerja. Seperti yang terkait dengan definisi minyak gas (migas). Dikutip dari Bagian IV UU Cipta Kerja tentang Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor serta Kemudahan dan Persyaratan Investasi yang berada di paragraf 5, Energi dan Sumber Daya Mineral, tepatnya di Pasal 40, definisi migas bumi terkesan diputar-putar.
"Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi," tulis poin 3 Pasal 40.
Kesalahan lainnya juga terdapat di halaman 757. Dalam UU Cipta Kerja, halaman 757 tertulis:
(3) Dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan Keputusan dan/atau Tindakan sebagai Keputusan atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
(4) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.
Seharusnya, ayat 5 merujuk pada ayat 4, bukan ayat 3 seperti yang dimaksud di atas. Sehingga kesalahan teknis ini juga dianggap kesalahan fatal.