Jakarta, IDN Times - Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan pemerintah daerah bisa terseret dalam bencana bencana Sumatra yang diduga kuat akibat illegal logging.
Hanif menegaskan, Kementerian Lingkungan Hidup tidak akan ragu menjatuhkan sanksi kepada siapa pun, termasuk pemerintah daerah, apabila hasil kajian ilmiah menunjukkan kebijakan tata ruang atau pengelolaan lingkungan yang diterapkan memperburuk kondisi lanskap hingga memicu bencana.
"Jadi tidak lupa, kami tidak akan ragu-ragu memberikan sanksi ke pemerintah daerah bila mana berdasarkan kajian scientific, dia kebijakannya memperburuk kondisi landscape," kata Hanif di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Hingga pukul 15.46 WIB, Rabu (3/12/2025), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui portal resmi, mereka mencatat korban meninggal dunia telah mencapai 811 jiwa dan 623 jiwa dinyatakan hilang.
Sementara, Tim SAR gabungan Basarnas telah mengevakuasi 33.173 warga dari berbagai zona berbahaya. Data-data ini menunjukkan, kondisi di lapangan masih jauh dari stabil dan terus bergerak dinamis.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Hanif menegaskan, Indonesia telah menganut prinsip polluter pays Artinya, pihak yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan wajib membayar ganti rugi serta melakukan pemulihan.
Hanif mengatakan, ada tiga sanksi yang bisa diterapkan untuk mengadili pihak-pihak yang diduga menjadi biang kerok banjir Sumatra.
Menurut dia, penerapan tiga jalur sanksi ini bukan hanya bertujuan memberikan keadilan bagi masyarakat terdampak, tetapi juga menjadi upaya membangun efek jera bagi pemerintah daerah maupun pelaku usaha agar lebih berhati-hati dalam mengelola lingkungan.
“Semua langkah ini dilakukan untuk memberikan rasa adil dan membangun kehati-hatian ke depan,” ujarnya.
Bencana banjir dan longsor di Pulau Sumatra mulai terjadi pada rentang 24-25 November 2025 setelah hujan deras turun tanpa henti. Tiga provinsi terdampak yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution kemudian menetapkan status darurat pada 27 November 2025.
