Menteri PPPA: Kekerasan Perempuan dan Anak Keadaan Darurat Nasional

- Dukungan penuh dari seluruh kementerian/lembaga terhadap Inpres baru.
- GN-AKPA lebih terstruktur dan membuat ruang lingkup perlindungan lebih komprehensif karena mencakup anak dan perempuan.
Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengatakan, laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang mencapai 14.039 dan lonjakan lebih dari 2.000 laporan lainnya merupakan keadaan darurat nasional.
"Ini bukan sekadar angka. Ini adalah keadaan darurat nasional yang harus kita tangani bersama secara luar biasa," ujar Arifah Fauzi dalam Rapat Koordinasi Tim Inti Penyusunan Rancangan Instruksi Presiden (Inpres) terkait Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (GN-AKPA) bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), dikutip dari siaran pers Kemenko PMK, Minggu (6/7/2025).
Angka tersebut merupakan data dari Sistem Informasi SIMFONI per 3 Juli 2025 yang tercatat dalam 17 hari terakhir.
1. GN-AKPA lebih terstruktur dan membuat ruang lingkup perlindungan lebih komprehensif

Seluruh kementerian dan lembaga turut menghadiri rapat ini, termasuk Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas, BKKBN, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Agama, Kepolisian RI (Bareskrim), KPAI, dan Komnas Perempuan.
Menurut Arifah, dukungan bersama tersebut merupakan langkah konkret membebaskan Indonesia dari kekerasan perempuan dan ana.
"Dukungan bersama ini adalah langkah konkret untuk memastikan Indonesia aman, setara, dan bebas dari kekerasan terhadap perempuan dan anak menuju 2045," ujar Arifah.
Hal ini dipertegas melalui pembagian harmonisasi GN-AKPA yang jelas dan dapat dioperasionalkan oleh regulasi lainnya.
2. Inpres GN-AKPA harus isi celah kebijakan

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, mengatakan, penyusunan Inpres GN-AKPA bukan sekadar memindahkan ketentuan dari regulasi Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak(GN-AKSA) yang sudah ada.
“Inpres ini harus mengisi celah kebijakan maupun implementasi (filling the gap), sekaligus menjadi debottlenecking terhadap berbagai hambatan pelaksanaan di lapangan, sehingga perlindungan, pencegahan, dan pemulihan bagi korban menjadi lebih konkret dan berdampak,” kata dia.
3. Kebijakan jangan berhenti di atas kertas
Penyusunan GN-AKPA terbagi dua, yakni instruksi umum kepada seluruh kementerian/lembaga terkait serta instruksi khusus sesuai tugas dan fungsi masing-masing kementerian/lembaga akan membuat terobosan baru.
"Evaluasi dan pemantauan partisipatif yang rutin akan menjadi elemen penting, agar kebijakan ini tidak berhenti di atas kertas," ujar Woro
Sebagai koordinator pelaksanaan GN-AKPA, Kemenko PMK pun siap mengharmonisasi seluruh rangkaian kebijakan.