JAKARTA, Indonesia — Hari Film Nasional (HFN) diperingati setiap tahun tepat di tanggal 30 Maret. Namun tahukah kamu apa sejarah di balik terpilihnya tanggal 30 Maret sebagai hari peringatan HFN?
Bukan sekadar tanggal, sejarah penetapan HFN mencerminkan perkembangan film di Indonesia.
Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Hal ini ditandai dengan kehadiran bioskop pertama di Indonesia pada tanggal 5 Desember 1900.
Lebih dari dua dekade setelahnya pada tahun 1926 film lokal pertama yang bertajuk Loetoeng Kasaroeng dirilis. Film bisu ini disutradarai oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Hueveldorp. Pada tahun 1928 pekerja film dari Shanghai datang ke Indonesia untuk menggarap film Lily Van Shanghai.
Meski menggunakan banyak aktor lokal, kedua film pertama tersebut mencerminkan adanya dominasi Belanda dan Cina dalam sejarah perkembangan film Tanah Air. Tidak berhenti di situ, pada tahun 1940-an, perfilman Indonesia dijadikan alat propaganda politik Jepang selama kurang lebih 7 tahun lamanya.
Pada masa ini film Indonesia tidak memiliki izin produksi karena hanya film politik Jepang dan film Indonesia lama yang diperbolehkan tayang.
Titik terang kebangkitan film nasional pun akhirnya terlihat. Sutradara Indonesia Usmar Ismail berhasil memproduksi sebuah film berjudul Darah dan Doa atau The Long March of Siliwangi melalui perusahan film miliknya sendiri, Perfini.
Hari pertama pengambilan gambar ini jatuh pada tanggal 30 Maret 1950. Tanggal inilah yang kemudian dipilih oleh Dewan Film Nasional sebagai HFN.