Setiap ada aktivitas menonton film bareng yang dilakukan Bioskop Bisik, biasanya para penyandang tunanetra sudah diberitahu terlebih dahulu. Sementara relawan pembisik juga bisa mendaftarkan diri mereka untuk mendampingi penyandang tunanetra. "Kami bikin publikasi sederhananya terus kami juga udah punya database relawan yang pengin jadi pembisik. Sebisa mungkin memang kami memperbanyak jumlah relawan pembisik."
Tujuannya tentu untuk semakin memperbanyak ruang interaksi antara publik dan penyandang tunanetra lewat aktivitas menonton film. Sebisa mungkin, setiap kegiatan menonton film, penyandang tunanetra didampingi pembisik baru. "Jumlah tunanetra bagaimanapun lebih sedikit dari publik," ujar Rama lagi.
Sebelum pemutaran film dimulai, biasanya Rama dan tim melakukan briefing singkat bagi para pembisik. Di sana dijelaskan bahwa penyandang tunanetra hanya tidak bisa melihat, tapi masih bisa mendengar dialog. "Jadi enggak usah tuh diceritain sepanjang film. Jadi yang perlu diceritain hanya adegan tanpa dialog. Karena mereka bisa dengar musik, suara ledakan, dialognya segala macam dan deskripsinya mulai dari siapa yang bisa bicara sampai suasananya seperti apa. Enggak perlu detail, teman-teman tunanetra enggak perlu tahu bajunya kotak-kotak, warna kuning dan sebagainya. Mereka cuma butuh memahami filmnya dengan lebih lengkap."
Meski tidak bisa melihat, penyandang tunanetra bukan berarti tidak bisa menikmati film tanpa pembisik. Tapi alangkah sempurnanya jika adegan-adegan tersebut bisa diceritakan oleh orang lain.
"Sebenarnya Bioskop Bisik itu ada dua kegiatan: one to one yaitu tunanetra dan pembisik sama one to many yaitu pembisiknya satu, tunanetranya banyak. Nah itu kami pakai alat kayak interpreter, yang ini tujuannya untuk memfasilitasi tunanetra dalam jumlah yang banyak."
Belakangan kegiatan serupa Bioskop Bisik pun mulai marak dilakukan oleh banyak pihak, di Jakarta dan juga di luar Jakarta. Tak ada yang salah dengan hal tersebut. Karena bagi Rama, tak ada yang namanya persaingan dalam hal ini. "Yang paling buruk dari saingannya adalah jadi lebih banyak orang tahu soal tunanetra," ungkap Rama yang bersama Think Web banyak meluangkan kepedulian bersama kaum penyandang disabilitas.
"Saya percaya teknologi mengangkat kemanusiaan. Yang artinya melengkapi difabel. Karena kami bekerja di bidang itu, jadi ini hal yang tepat yang membuat kami tetap sadar bahwa semua punya kesempatan yang sama, kita punya masalah, mereka punya masalah."
Keinginan serupa pun jadi mimpi Ega. Keinginan untuk bisa menikmati film layaknya publik secara umum. Keinginan untuk berinteraksi dan berbagi bersama pembisik. "Ya khusus teman-teman tunanetra yang belum tahu ya mau ngasih tahu ada komunitas Bioskop Bisik jadi kita bisa nonton dengan pembisik. Kalau untuk masyarakat secara umum sih, kalau ada suara bisik-bisik jangan langsung dimarahi ya, siapa tahu ada teman-teman tunanetra lagi nonton dengan pembisik. Terus ada pesan juga khususnya untuk bioskop-bioskop Indonesia untuk bagaimana menyediakan audio description biar tunanetra bisa nonton dengan lebih mandiri."
Bagi kamu yang tertarik bergabung menjadi relawan pembisik di Bioskop Bisik, bisa memantau informasi kegiatannya lewat laman Instagram @bioskopbisik.
—Rappler.com