Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, MK menyebut, Pemohon I dan Pemohon II merupakan perorangan Warga Negara Indonesia.
Pemohon II juga tergabung dalam organisasi dan menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) periode 2021- 2023, namun bukan organisasi partai politik. Kedua Pemohon itu baru hanya memiliki keinginan untuk bergabung dalam organisasi partai politik, namun belum ada langkah konkret terkait dengan keinginan tersebut.
Oleh sebab itu, Majelis Hakim menilai, tidak jelas potensi kerugian konstitusional mereka akibat tidak adanya pembatasan masa jabatan ketum parpol.
“Dalam konteks ini, menurut Mahkamah, terhadap kualifikasi Pemohon I dan Pemohon II tidak secara jelas dan rinci menguraikan kualifikasinya dalam kaitan ihwal anggapan potensi kerugian hak konstitusional yang timbul karena berlakunya norma Pasal 23 ayat (1) UU 2/2011,” ujar Guntur dalam sidang.
Di samping itu, Guntur melanjutkan, Pemohon I dan Pemohon II juga tidak dapat menjelaskan adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara potensi kerugian hak konstitusional dimaksud dengan berlakunya norma pasal yang dimohonkan pengujian.
Sehingga tidak ditemukan adanya keterkaitan atau hubungan secara langsung kualifikasi Pemohon I dan Pemohon II sebagai perorangan warga Negara Indonesia, yang ingin bergabung menjadi anggota salah satu partai politik dengan norma Pasal 23 ayat (1) UU 2/2011.
Bahkan, sekiranya kualifikasi Pemohon I dan Pemohon Il ditemukan langkah-langkah konkret untuk menjadi anggota partai politik, hal ini belum cukup juga menggambarkan adanya keterpenuhan syarat kualifikasi tersebut.
“Dengan demikian, baik Pemohon I maupun Pemohon II tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” lanjut Guntur.