Menkopolhukam RI, Mahfud MD (Twitter.com/mohmahfudmd)
Menko Polhukam Mahfud MD mengaku pihaknya saat ini sedang mengoreksi salah ejaan (typo) dalam RUU Perampasan Aset. Sejauh ini draft RUU Perampasan Aset sudah diteken oleh enam kepala instansi atau lembaga yang terkait. Keenam kepala lembaga itu yakni Menko Polhukam, Menteri Keuangan, Kepala PPATK, Jaksa Agung, Kapolri dan Menteri Hukum dan HAM.
"Sekarang tinggal mengoreksi yang typo-typo banyak. Pasal 9 tertulis pasal 6, nanti dikoreksi lagi seumpama masih ada. Sehingga, Pak Jokowi mintanya sih sebelum Lebaran (surpres) sudah dikirim, tapi selambat-lambatnya di awal pekan pertama Lebaran sudah dikirim ke DPR," kata Mahfud.
Mahfud juga mengatakan RUU Perampasan Aset tak bisa berlaku surut atau mundur. Artinya, RUU itu tak bisa menjerat pelaku tindak kejahatan sebelum aturan tersebut disahkan di parlemen. Mahfud menyebut usulan itu sebaiknya dipenuhi bila ingin RUU disahkan.
"Meskipun memang ada aspirasi begitu (agar RUU Perampasan Aset) tak berlaku surut. Pak, sebaiknya jangan berlaku surut. Kalau perkara yang sudah lama dilewati saja, nanti banyak yang gak setuju kalau (aturan itu) bisa berlaku mundur. Ke depannya saja. Ada yang usul begitu. Tapi, ada yang bilang tidak mungkin karena misalnya ada kasus yang dibuka lalu terkait dengan kasus lama, nanti kita atur lah seperti itu," ungkap Mahfud.
Ia mengatakan RUU Perampasan Aset itu tidak terbatas bisa diterapkan pada tindak pidana korupsi dan pencucian uang saja. Namun, juga penyelundupan. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menjelaskan bahwa dengan RUU ini membuat penegak hukum mampu merampas aset dan harta dari tindak kejahatan yang pelakunya belum diketahui siapa.
"Ini penting untuk kasus seperti ada harta diduga dari hasil tindak pidana, tetapi pelakunya gak ada karena menghilang atau gak jelas. Nah, ini dirampas dulu. Aset dan harta itu bisa dirampas melalui mekanisme perdata tetapi dalam hukum pidana," tutur dia.