Murung Pedagang Pasar Ciputat Dirundung COVID-19

Pedagang jahe raup untung di tengah pandemik

Tangerang Selatan, IDN Times - Pukul 05.00 pagi, kerumunan dan sahut-menyahut pedagang dan pembeli mengenakan masker sudah ramai di Pasar Ciputat. Maklum, ini adalah hari pertama di bulan Ramadan, yang suci bagi umat Muslim. 

Hamparan sayur, buah, dan dagangan khas pasar pada lapak pasar digelar hingga emperan jalan demi menari hati pembeli yang hilir mudik. Semua berharmoni dalam suasana yang masih temaram akibat matahari yang belum terbit seutuhnya.

Sementara pada lapak-lapak penjual daging dan ikan, terlihat onggokan daging bergelantungan dan ikan berenang terlihat berkilau terkena sorotan lampu bohlam lima watt.

Di tengah riuh dan gaduhnya suasana pasar pagi buta itu, murung nampak terlihat jelas dari raut muka para pedagang yang khawatir, wabah COVID-19 tak kunjung berhenti dan terus membuat mereka kehilangan rejeki.

Baca Juga: [LINIMASA] Wabah COVID-19 Hantui Warga Banten

Murung Pedagang Pasar Ciputat Dirundung COVID-19Pasar Ciputat (IDN Times/Muhammad Ikbal)

1. Ramadan adalah penentuan nasib pedagang daging ini, lanjut atau gulung tikar?

Murung Pedagang Pasar Ciputat Dirundung COVID-19Pedagang daging di Pasar Ciputat (IDN Times/Muhammad Ikbal)

Salah satu pedagang di pasar yang terletak di Tangsel itu adalah Yudi (32). Dia menjajakan daging. 

Semenjak COVID-19 meneror, penjualannya berkurang drastis bahkan sempat mencapai 50 persen. Hal itu dapat dimaklumi, rata-rata pelanggan Yudi adalah penjual makanan jadi yang juga banyak terdampak akibat COVID-19.

Yudi pun bingung, kenapa di masa sulit seperti ini, barang dagangannya malah menjadi mahal. Untuk satu kilogram daging sapi saja, dia terpaksa menjual hingga Rp120 ribu per kilogram (kg. Sedangkan untuk hati sapi, dia bisa jual Rp50 ribu per kg.

"Untungnya pas kemarin sebelum puasa sempat banyak yang beli, jadi masih ketolong lah," kata Yudi saat berbincang dengan IDN Times, Jumat (24/4).

Sembari memotong daging dan sesekali merapikan masker di wajahnya, Yudi bercerita bahwa bulan puasa tahun ini menjadi penentuan juga baginya, lanjut berdagang atau gulung tikar?
"Ya mudah-mudahan (penjualan turun karena) corona bisa ketolong sama bulan puasa," kata Yudi.

2. Pedagang makanan jadi yang sepi pengaruhi pedagang ayam

Murung Pedagang Pasar Ciputat Dirundung COVID-19Pasar Ciputat (IDN Times/Muhammad Ikbal)

Yanti, pedagang lain turut berbagi cerita. Sebagai penjual daging ayam, Yanti tak kalah murung. Langganannya yang kebanyakan tukang satai, bubur ayam, rumah makan kini menurunkan jumlah pembelian, bahkan ada yang tak lagi membeli.

Alasannya, kata Yanti, para pedagang makanan jadi itu dikenakan aturan jam berjualan yang ketat hingga takut berjualan karena pemberitaan COVID-19 yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.

Langganannya pun sulit berdagang karena ketatnya aturan beraktivitas di tengah pandemik COVID-19. "Sebelum jam 10 malam harus tutup sama Pol PP. Ya jadi berdampak. Tukang satai sama bubur, langganan saya," kata Yanti.

Belum lagi dia merasakan ada penurunan pada penjualan daging ayam pada awal Ramadan tahun ini. "Mungkin karena gak ada tradisi kumpul bersama sebelum puasa, atau rumah makan langganan saya yang biasa pesan banyak jelang acara buka bersama terkena imbas corona," kata Yanti.

Meski begitu, Yanti masih bersyukur lantaran pada awal Ramadan ini dia bisa menjual daging ayam dengan harga yang lebih rasional. Dari sebelumnya terpuruk di Rp10 ribu per kg, kini bisa dijual dengan harga Rp13 ribu per kg. 

"Kemarin (awal pandemik) sepi, kemarin (awal Ramadan) ramai tapi sekarang ga terlalu ramai seperti (tahun) sebelumnya," kata Yanti.

3. Pedagang musiman khas Ramadan belum tahu nasibnya sebulan ke depan

Murung Pedagang Pasar Ciputat Dirundung COVID-19Pedagang kolang-kaling di Pasar Ciputat (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Sementara itu, pedagang musiman khas Ramadan seperti pedagang kolang-kaling, cincau dan pacar cina juga akan "mengundi nasib". Mereka yang baru berjualan hari ini, belum tahu apakah bahan makanan khas berbuka puasa ikut terimbas atau tidak oleh keganasan COVID-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu.

"Belum tahu, kan baru jual semoga saja kita bisa dapat untung seperti tahun sebelumnya," kata pedagang kolang-kaling bernama Supardi.

Sebagai informasi, harga kolang-kaling sendiri berkisar antara Rp15 - 20 ribu per kg. Sementara harga pacar cina Rp20ribu per kg dan cincau per-potong berada di angka Rp3 ribu.

Pedagang buah pun turut was-was. Apalagi, buah-buahan mudah rusak atau busuk. Mereka sendiri tak terlalu terbebani oleh aneka buah lokal yang harganya stabil. Mereka hanya risau pada buah-buahan impor yang kini langka dan harganya melambung tinggi.

Murung Pedagang Pasar Ciputat Dirundung COVID-19Pedagang Pacar Cina di Pasar Ciputat (IDN Times/Muhammad Ikbal)

4. Nasib mujur pedagang jahe lantaran mpon-mpon disebut sebagai penangkal COVID-19

Murung Pedagang Pasar Ciputat Dirundung COVID-19Pedagang rempah dan bumbu di Pasar Ciputat (IDN Times/Muhammad Ikbal)

Nasib mujur dialami penjual dialami penjual jahe. Harga jahe biasa kini masih tinggi, yakni Rp50 ribu per kg. Padahal di hari biasa, jahe biasa dijual di kisaran Rp35 ribu per kg.  Jika punya stok, jahe merah dihargai lebih tinggi lagi, yakni Rp80- 100 ribu per kg.

Harga jahe ini melambung setelah mpon-mpon disebut sebagai ramuan yang bisa meningkatkan imun tubuh. Ya, imun tubuh menjadi salah satu isu hangat karena bisa menangkal virus corona. 

Namun, kebanyakan pedagang berharap pandemik COVID-19 ini bisa berlalu dan pembeli datang lagi.

Baca Juga: Kini, Jokowi pun Minum Temulawak dan Jahe, 3 Kali Sehari

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya