Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Usman Hamid (IDN Times/Helmi Shemi)
Usman Hamid (IDN Times/Helmi Shemi)

Jakarta, IDN Times – Direktur Amnesty International Usman Hamid memaparkan beberapa alasan kenapa negara di Asia Tenggara tidak aktif menyuarakan kecaman dan tidak bisa berbuat banyak terhadap aksi penindasan terhadap etnis Uighur Muslim di Provinsi Xinjiang.

Usman menyebut China adalah negara yang kuat secara ekonomi dan politik. Hal itu kemudian berpengaruh pada negara berkembang, khususnya di bagian Asia Tenggara. “Karena ekonomi politik China kuat, negara di Asia Tenggara tidak berdaya besar,” kata Usman di Gondangdia, Jakarta, Kamis (201/12).

1. Negara di Asia Tenggara sering mendapat bantuan dari China

Usman Hamid (IDN Times/Helmi Shemi)

Usman mengatakan negara-negara Asia Tenggara kerap mendapat kemudahan ekonomi dari China. Akibatnya, dalam beberapa kasus mereka mengembalikan etnis Uighur yang mencari bantuan atau suaka di negara lain.

“Sehingga negara-negara di Asia Tenggara tersebut mau mengembalikan warga Uighur tanpa ada proses tertentu,” ucapnya.

Bentuk bantuan yang diberikan China ke negara Asia Tenggara bisa beragam. Seperti pemberian bantuan kapal selam, infrastruktur dan lain-lain.

2. Bantuan dari pemerintah China dalam bentuk uang untuk mengembalikan muslim Uighur

IDN Times/Helmi Shemi

Contoh lain ketidakberdayaan negara Asia Tenggara adalah adanya pemberian uang, misalnya kepada Kamboja yang mengembalikan 20 orang Uighur ke China.

“Kamboja mendapat bantuan US$1,2 miliar untuk pembangunan dari pemerintah China,” ungkapnya.

3. Bagaimana dengan hubungan ekonomi China dan Indonesia?

IDN Times/Helmi Shemi

Ketika ditanyakan apakah pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengatakan penindasan muslim Uighur di China merupakan masalah domestik berhubungan dengan hubungan ekonomi-politik Indonesia-China, Usman menjawab kemungkinan itu ada.

“Bisa jadi. Kalau dilihat cara pemerintah Thailand mengembalikan muslim Uighur tidak bisa dipisahkan dari hubungan ekonomi dengan China,” sebutnya.

Usman menunjuk pembangunan hidro dam di Batang Toru, Sumatera senilai US$1,6 miliar yang didukung oleh Bank of China. 

4. Peluang Indonesia dan Malaysia untuk lebih bersuara dalam kasus HAM Uighur

Etnis Uighur di Xinjiang (Flickr.com/Todenhoff via Wikipedia.org)

Namun Usman menilai, harusnya dengan adanya kerja sama ekonomi itu Indonesia punya kesempatan untuk berbicara lebih banyak terhadap pelanggaran HAM muslim Uighur.

”Justru karena ada kerja sama ekonomi, politk, kesempatan (dialog) bisa melalui forum-forum itu. Bukan menganggap itu urusan dalam negeri. Dan Indonesia jadi salah satu negara yang masih lebih baik kasus kemanusiaannya dan tempat yang strategis dengan keanggotan tidak tetap PBB. Makanya kita harus dorong pemerintah Indonesia,” jelasnya.

Selain Indonesia, Usman menyebut Malaysia juga bisa lebih berbicara banyak karena faktor Perdana Menteri Mahathir Mohamad.

5. Tidak mau mengkritik China karena takut dikritik balik

IDN Times/Margith Juita Damanik

Faktor lainnya mengapa Indonesia tidak vokal dalam kasus penindasan muslim Uighur ini adalah karena Indonesia takut dikritik balik. Terlebih dalam kasus HAM yang terjadi di Papua.

“Dalam praktek hubungan internasional yang berhubungan dengan HAM seringkali negara menghindar karena tidak ingin dikritik balik negara lain. Itu cara pandang salah yang harus ditingglkan. Bagaimana kita tahu kita salah kalau orang lain tidak menyampaikan. Kritik itu untuk membangun kalau ada yang salah,” ujar Usman.

Editorial Team