Mendikbudristek Nadiem Makarim (instagram.com/nadiemmakarimm)
Sebagai penutup, Nadiem juga memberikan sebuah puisi yang dibacakan pada seluruh anggota yang ikut rapat
"Mungkin untuk menutup karena dari tadi udah banyak yang memberikan pantun, mungkin saya kasih sedikit biar agak beda sedikit, ibu dan bapak yang saya hormati hari ini raker terakhir kami. berkumpul bersama di hari ini izinkan saya sedikit berpuisi," kata dia.
Zaman dulu murid merasa berat bangun di pagi hari, memakai seragam sekolah terasa tegang di hati. Karena anak itu tahu sesaat lagi dia akan masuk ruang kelas yang menakuti.
Zaman dulu setiap kesalahan dikenai hukuman setiap pertanyaan dipermalukan. Relevansi dari ajaran semakin membingungkan, dari hari ke hari ia semakin ketinggalan.
Bukan hanya anak loh yang ketakutan ibu guru pun tak bisa nafas mengejar pembelajaran materi ajar serasa kereta tanpa batas kecepatan beban birokrasi membuat guru seperti tahanan.
Tetapi, didalam hati setiap anak ada mimpi yang tersembunyi keinginan untuk belajar tanpa dihakimi. Kepercayaan yang kuatt bahwa dia punya kompetensi. Keinginan untuk dilihat sebagai manusia mandiri.
Dan setiap guru punya firasat di dalam hati bahwa mereka bahwa mungkin metode kuno sudah tidak relevan lagi. Bahwa pembelajar sepanjang hayat tidak mungkin bisa diproduksi dengan kekakuan dengan penghafalan dan standarisasi.
Baik anak maupun guru harus diberikan ruang utk berkreasi berinovasi bahkan untuk berjuang. ruang kelas menjadi panggung dan juga peluang untuk menemukan jati diri setiap orang.
Pada hari ini kita semua bergabung untuk melihat apa yang terjadi kalau murid dan guru diberikan panggung untuk membuktikan bahwa kreativitas dan kolaborasi sama pentingnya dengan berhitung karena ini lah resep yang membuat mimpi setiap anak melambung.
Bapak dan ibu proses transformasi membutuhkan sabar. Hampir 5 tahun kami sibuk menanam akar baru sekarang bunga perubahan terlihat mekar di tangan anda semua saya titipkan merdeka belajar.