Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Lazuardi Putra

Jakarta, IDN Times - Sejarah Kota Jakarta yang menjadi pusat bisnis dan pemerintahan sejak zaman penjajahan Belanda, membuat kota yang dulu bernama Batavia ini sarat dengan peninggalan sejarah. Tidak hanya rumah ibadah atau bangunan yang kini menjadi kantor atau tempat tinggal, tapi juga makam dan bahkan mausoleum. 

Mausoleum merupakan bangunan pelindung makam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring disebutkan, mausoleum adalah bangunan makam yang luas dan megah atau juga monumen makam. 

Di Jakarta ada satu mausoleum yang mungkin tidak banyak diketahui publik yang merupakan termegah di Asia Tenggara. Mausoleum itu terletak di tengah Tempat Pemakaman Umum (TPU) Petamburan, Jakarta Pusat. 

Mausoleum ini merupakan tempat pemakaman salah satu pengusaha kaya raya Indonesia keturunan Tionghoa, OG Khouw. Disebut-sebut, mausoleum ini dibangun sebagai tanda cinta seorang istri kepada suaminya yang meninggal dunia saat bertugas menjadi delegasi Indonesia.

Dari segi bangunan, mausoleum ini sangat megah. Bangunannya dibalut marmer hitam yang langsung diimpor dari Italia. Tingginya kurang lebih 9 meter, sehingga membuat mausoleum ini nampak mencolok dari bangunan lainnya. 

Tepat di bawah mausoleum tersebut, terdapat ruangan tersembunyi bawah tanah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan jenazah atau abu jenazah. Dibangun sebagai tanda cinta, membuat mausoleum ini kerap disandingkan dengan bangunan megah Taj Mahal di Agra, India. Berikut penelusuran IDN Times di Mausoleum OG Khouw Petambura, Senin (9/9) Sore.

1. Oen Giok Khouw pengusaha kaya asal Indonesia keturunan Tionghoa

IDN Times/Lazuardi Putra

Oen Giok Khouw adalah pengusaha kaya asal Indonesia keturunan Tionghoa, yang merupakan pengusaha tebu terbesar pada zaman Belanda. Khouw lahir di Batavia atau sekarang disebut Jakarta pada 13 Maret 1874.

Dia juga merupakan salah satu keturunan Indonesia Tionghoa yang beruntung dapat merasakan edukasi pada zaman kolonial Belanda. 

Dilansir dari berbagai sumber, Khouw dan istrinya, Lim Sha Nio, sepanjang hidupnya lebih banyak menghabiskan waktu tinggal di Benua Eropa, antara Swiss dan Prancis Selatan. Pada 1908, Khouw, Mas Asmioen, dan Oey Tiang Hok mengejutkan masyarakat kolonial Belanda karena menjadi warga negara Belanda dengan sistem naturalisai. Mereka pun menjadi sosok gebrakan pada ras kasta dari Indonesia Kolonial.

2. Ritual pemakaman yang bernilai fantastis

Editorial Team

Tonton lebih seru di