Najwa Shihab Ungkap Sisi Kelam Peliputan Tsunami Aceh 2004

Jakarta, IDN Times - Tragedi tsunami Aceh 2004 menyimpan kisah-kisah mencekam dari para jurnalis yang bertugas meliput bencana tersebut. Najwa Shihab, salah satunya. Jurnalis yang akrab disapa Nana itu saat itu masih menjadi jurnalis muda yang turun langsung ke tempat kejadian.
Najwa membagikan pengalamannya yang mengharukan selama tujuh hari pertama meliput salah satu tragedi kemanusiaan terbesar di dunia itu, dalam acara Nobar Film Smong Aceh yang digelar di plaza IDN, Jakarta, baru-baru ini.
Dalam diskusi yang dipandu Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis, Najwa mengungkapkan bagaimana kondisi pemerintahan daerah Aceh yang lumpuh total pasca- tsunami, serta peran vital jurnalis dalam situasi kritis tersebut.
Najwa menyebut jurnalis tidak hanya bertugas melaporkan berita, tetapi juga menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat yang mencari keluarga mereka yang hilang.
1. Drama kemanusiaan di tengah peliputan
Para jurnalis menghadapi tantangan berat ketika harus membantu warga yang putus asa mencari keluarga mereka.
"Setiap saat aku jalan itu selalu dicegat orang. Nunjukin foto atau nitip pesan. Tolong ini anak saya keluarga saya, tolong dicarikan di mana," ungkap Najwa, mengenang situasi saat bencana tsunami Aceh.
Di sela-sela peliputan, jurnalis harus memutar rekaman video frame demi frame untuk membantu warga mengidentifikasi korban. Kondisi ini menjadi semakin berat karena jurnalis juga mengalami trauma sekunder (second hand traumatic).
"Saya gak pernah ngelihat orang sedemikian putus asa. Mata-mata orang yang sedemikian putus asa tuh, Bapak nyari anak, istri nyari suami. Gak apa-apa meninggal yang penting ada mayatnya. Itu dia kenapa kemudian ketika mayat bergelimpangan tuh berat banget harus dikubur masal," tutur Najwa, menggambarkan kesedihan mendalam yang ia saksikan.