Wasekjen PKB, Syaiful Huda menyebut partainya belum putuskan untuk melanjutkan poros perubahan di Pilkada DKI Jakarta 2024. (IDN Times/Amir Faisol)
Senada, Wasekjen DPP PKB Syaiful Huda menyampaikan, partainya ingin ambang batas parlemen ditetapkan menjadi tujuh persen. Dia menolak keras usulan ambang batas parlemen menjadi nol persen.
Menurut dia, jika tidak ada sama sekali ambang batas untuk masuk ke parlemen, maka semakin memberikan ruang terjadinya pragmatisme politik yang kian masif di 2029 nanti.
"Karena, ya itu kan orang punya modal bikin parpol. Dia buat parpol disukai publik tambahin bumbu-bumbu duit jadi partai terpilih. Kami tidak ingin partai berbasis pragmatisme," ucapnya.
Ada lima hal alasan mengapa Huda menolak keras ambang batas parlemen menjadi nol persen. Pertama, partai politik berpotensi semakin menjamur di parlemen sehingga konsolidasi bisa semakin susah. Hal tersebut akan berdampak terhadap produktivitas Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Kedua, bila ambang batas parlemen nol persen maka akan melemahkan proses pelembagaan politik di Indonesia. Ketiga, menurutnya, bila tradisi multipartai tetap dipertahankan maka negara ini tidak akan memiliki tradisi oposisi dan the rolling party.
Keempat, ambang batas parlemen nol persen hanya akan memunculkan pragmatisme politik. Elite akan semakin gampang berspekulasi masuk ke parlemen karena bisa dengan mudah mendirikan partai politik.
"Kalau orang punya duit, bikin partai, spekulasinya lebih berani sekarang, karena pasti berapapun kursinya, akan ada di DPR," ucapnya.
Karena itu, PKB menurutnya mengusulkan supaya ambang batas parlemen ditetapkan menjadi tujuh persen. Huda berpandangan, Indonesia sudah cukup diwakili oleh partai politik, yang mewakili basis kekuatan, seperti kekayaan, nasionalisme, dan agama.
"Kalau mau merepresentasikan Indonesia yang lain jangan lewat partai lewatnya DPD, jadi sudah ada salurannya. Kalau menjadikan parliamentary threshold nol persen itu, seolah menjadikan partai seperti DPD RI," ucapnya.