Ilustrasi kandidat di Pilkada. (IDN Times/Aditya Pratama)
Manager Pemantauan Jaringan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Aji Pangestu menilai, dinasti politik hal yang wajar karena merupakan hak setiap warga negara. Aji menilai, yang perlu dilarang bukan dinasti politiknya, tapi cara kerjanya.
"Jadi yang perlu dilarang secara tegas adalah tidak adanya upaya penyalahgunaan kekuasaan dan infrastruktur negara yang digunakan untuk melanggengkan kekauasaan keluarga tau kerabat kelompok tertentu," ujarnya kepada IDN Times.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa Pemilu harus dilaksanakan berdasarkan asas langsuung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Hal itu lah yang harus dimaknai dengan baik oleh setiap kontestam.
"Tidak boleh ada penyalahgunaan infrastruktur negara untuk memberikan dukungan, ataupun hal lainnya untuk memenangkan kandidat tertentu," ujar Aji.
Meski begitu, jajak pendapat Litbang Kompas menangkap mayoritas masyarakat merasa perlu adanya aturan mengenai politik dinasti di tanah air. Sebanyak 63,7 persen setuju, 23,2 persen tidak setuju, dan 13,1 persen tidak tahu.
Survei dilakukan Litbang Kompas pada 16-18 Oktober 2023 dengan 512 responden dari 34 provinsi. Sampel diambil secara acak dari responden sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error kurang lebih 4,35 persen.