Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (16/12) menetapkan eks Sekretaris Mahkamah Agung periode 2011-2016, Nurhadi sebagai tersangka untuk kasus suap dan gratifikasi. Ia diduga menjadi salah satu mafia perkara di Mahkamah Agung dan bisa dilobi agar vonis perkaranya sesuai keinginan pihak tertentu.
Komisi antirasuah berhasil mengidentifikasi ada dua perkara yang penuntasannya dibantu oleh Nurhadi. Pertama, perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan peninjauan kembali di MA. Kedua, gugatan atas kepemilikan saham PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT).
Berdasarkan data yang dimiliki oleh komisi antirasuah, dari dua kasus itu saja, Nurhadi diduga menerima duit dengan total mencapai Rp46 miliar. Sebagai imbal baliknya, perkara yang diduga dibantu oleh Nurhadi selesai dengan hasil sesuai keinginan pihak tertentu.
Dugaan lain yang berhasil diungkap oleh KPK yakni dalam beraksi, Nurhadi dibantu oleh menantunya Rezky Herbiyono yang bekerja di sektor swasta. Atas perbuatannya itu, Rezky juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
"Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang di penyidikan dan persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dalam perkara suap terkait pengurusan perkara yang dilakukan sekitar tahun 2015 - 2016 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. KPK meningkatkan melakukan penyidikan dan menetapkan tiga orang tersangka yaitu NHD (Nurhadi), RHE (Rezky Herbiyono) dan HS (Hiendra Soenjoto)," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ketika memberikan keterangan pers pada Senin malam (16/12) di gedung KPK.
Lalu, masihkah publik bisa mempercayai Mahkamah Agung sebagai garda terakhir dalam pemberi keadilan sementara prosesnya bisa diatur dengan menggunakan uang?