Ilustrasi Kegiatan belajar mengajar. (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)
Keluhan yang paling banyak diterima Ombudsman, termasuk mengenai penerapan sistem zonasi itu sendiri. Banyak pihak yang melakukan kecurangan untuk mengakali sistem zonasi.
Sederhananya, sistem zonasi tidak menekankan pada nilai dari calon peserta didik, namun pada jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah. Siswa yang rumahnya paling dekat dengan sekolah itulah yang dirasa memiliki hak menjadi peserta didik dari sekolah terkait.
"Masyarakat ada beberapa yang dalam tanda petik itu agak cheating (kecurangan) ya, mereka melakukan pertukaran data kependudukan. Nah, ini memang salah satu tantangan yang harus kita selesaikan," tutur Indraza.
Kecurangan bisa terjadi, mengingat PPDB diserahkan kepada provinsi dan kabupaten/kota untuk tingkat SD sampai SMP. Menurut Indraza, di situlah ada masalah koordinasi.
Bagaimana pun, kata Indraza, kewenangan Kemendikbud hanya sampai peraturan dasarnya, sedangkan pelaksanaannya ada di masing-masing daerah dengan kebijakannya sendiri. Jadi, kata dia, terkadang di situ terjadi diskresi ataupun penyimpangan.
"Sebagai contoh, di Banten ada satu kabupaten di mana dipaksakan anak-anaknya untuk masuk. Jadi, baik tekanan dari ormas, pejabat daerah, mereka akhirnya apa yang terjadi? Dipaksakan untuk masuk dan akhirnya menambah jumlah rombel (rombongan belajar) baru di luar slot yang resmi. Ini juga banyak sekali," tuturnya.